Mengikat Makna dengan Menulis

Eksistensi ilmu pengetahuan lahir dari proses panjang yang tumbuh dari setiap pemikiran manusia. Dalam perspektif agama Islam, ilmu pengetahuan lahir sejak awal diciptakannya manusia, yakni Adam. Saban ilmu pengetahuan niscaya terus berkembang, yang pada hakikatnya muncul karena hasrat ingin tahu, sebagai tuntutan dan kebutuhan setiap kehidupan yang terus melaju. Mengikat makna dengan menulis menjadi penting dalam mencatat perkembangan dari masa ke masa.

Pada akhirnya, kehadiran ilmu pengetahuan juga mendorong kita untuk terus bergelut dan berinteraksi dalam jaringan keilmuan, yaitu membaca dan menulis. Kedua kemampuan dalam berbahasa ini merangkum riwayat pengetahuan dan merekam sejauh mana diseminasi gagasan.

Hernowo Hasim dalam buku Free Writing: Mengejar Kebahagian Dengan Menulis memberi pengantar dan motivasi dalam menjalankan aktivitas membaca dan menulis. Selain itu, buku ini membabar petunjuk teknis dan praktis bagaimana kiat-kiat menulis agar tidak terasa berat dan membosankan.

Tentu saja, kehadiran buku ini menjadi penting bagi siapa saja yang mau bergelut dan mulai menggeluti dunia kepenulisan serta menjadi solusi bagi siapa saja yang merasa kesulitan dalam membuat sebuah karya tulis. 

Hernowo menegaskan bahwa dengan menulis dapat membuang seluruh emosi negatif dan juga segala hal yang mengganggu pikiran.  Selain menuangkan ide, gagasan, dan pikiran, menulis juga dapat mengurangi kecemasan (anxiety) dan mengurai pola pikir dalam konteks yang lebih luas.

Baca juga: Pergolakan Seni dan Agama 

Setiap gagasan manusia menjadi penting. Sebab, wacana tersebut lahir dari keraguan akal budi dan mendorong setiap orang untuk mengembangkan corak pola pikir dan memenuhi rasa penasaran.

Kendati demikian, pemikiran itu juga perlu dilandasi berbagai ilmu pengetahuan baik bersumber dari ajaran masa lalu (sumber tertulis) maupun sebuah pengalaman riil. Gagasan lahir dari membaca, dan menulis adalah bentuk pengabadian ide.

Sekian intelektual menorehkan gagasan dalam format cetak, dari artikel, pamflet, selebaran, sampai buku. Banyak ilmuwan dan para pemikir yang sampai hari ini gagasannya terus berkembang dan masih eksis sebagai ladang ilmu pengetahuan meski orangnya telah tiada. Sehingga, para generasi yang jauh dari masa hidup intelektual di masa lampau masih bisa membaca senarai ide, seperti Plato, Aristoteles, Rene Descartes, Soekarno, Karl Marx, dst.

Mengikat Pengetahuan

Ruang lingkup ilmu pengetahuan yang luas memiliki peran penting dalam sirkulasi pertumbuhan pemikiran-pemikiran baru. Sederet sumber tesebut acapkali tak tercatat, sehingga sangat mungkin tak terawat. Pencatatan menjadi bagian krusial dalam usaha pewarisan.

Dalam ikhtiar ini, mengikat pengetahuan dengan menulis memang bukanlah hal yang mudah, karena selain harus didasari referensi yang cukup, menulis juga harus memperhatikan gaya dan bahasa yang dipakai.

Baca juga: Pendar Cahaya Modernitas di Tengah Sumatera 

Sebagai penulis, menggunakan bahasa yang lugas dan dapat dipahami juga merupakan hal yang penting agar apa yang kita sampaikan dapat dimengerti-dipahami pembaca dengan baik dan utuh.

Lebih dari itu, menulis bukanlah sebuah kegiatan yang membosankan. Sebab, kita dapat mengekspresikan isi pikiran, hati dan perasaan sedalam-dalamnya. Setiap emosi yang dibangun akan menciptakan identitas tipikal dalam sebuah karya tulis. Meskipun demikian banyak hal positif lain yang bisa dipetik dari mengikat makna dengan menulis.

Membaca

Pada awalnya ada bacaan. Membaca menjadi bagian fundamental sebelum menulis sesuatu soal. Pasalnya, ide, pikiran, maupun gagasan lahir atas dorongan yang kita dapatkan dari membaca.

Meski tidak semua pikiran lahir dari hasil membaca, setidak-tidaknya dengan membaca kita dapat menjumpai gagasan baru, dan sumber kreativitas yang dapat menunjang pemikiran dan ide kita dalam membuat karya tulis.

Sebagai tambahan, dalam sebuah catatan Rene Descartes mengatakan, membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan para cendekiawan yang paling cemerlang dari masa lampau, yakni penulis buku itu. Ini semua bahkan merupakan percakapan berbobot, lantaran dalam buku-buku itu mereka menuangkan gagasan-gagasan mereka yang terbaik. Dari membacalah niscaya lahir sebuah maha karya yang mencerahkan, autentik, serta memiliki pengaruh luas.

Dengan demikian, mengabadikan pemikiran dan mengikat makna dengan menulis merupa kontribusi besar dalam sejarah transmisi keilmuan. Catatan dan tulisan yang dibuat akan terus melahirkan transformasi pengetahuan yang lebih luas dan terus hidup; melampaui zaman, menerangi jalan.

Judul Buku       : Free Writing Mengejar Kebahagiaan Dengan Menulis

Penulis             : Harnowo Hasim

Penerbit          : B first (PT Bentang Pustaka)

Cetakan           : Pertama, November 2017

Halaman          : 216 Halaman

ISBN                 : 978-602-426-088-0

Bagikan
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Raden Mas Said Surakarta

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here