
Perpustakaan begitu lekat dengan berbagai buku bacaan. Kehadiran buku dalam perpustakaan turut mengundang para pembaca sebenarnya menjadi hal yang lumrah sebagaimana perannya. Para pembaca mampu memilah buku-buku yang tersedia di perpustakaan sebagai kepuasan ragawi. Membaca memang merupakan kerja melawan kemalasan untuk mengerti kata serta makna yang melekat di antara buku dan perpustakaan. Kedua mata serta sentuhan jari begitu terasa saat membuka lembaran demi lembaran buku untuk merampungkan bacaan sebagai wujud nyata arti seorang pembaca.
Berita perpustakaan untuk melahirkan pembaca terdengar rancau, saat penghargaan bertubi-tubi datang menghampiri. Joglosemar edisi (17 November 2016) memuat berita Perpustakaan Daerah Boyolali Raih Penghargaan, dengan kecangihan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK). Perpustakaan Boyolali mampu menerapkan konsep smart city dengan dilengkapi smart lab, book less, online public automatic catalog (Opac), Senayan Library Management Sistem (Slims). Penghargaan di peroleh dari Coca-cola Foundation yang bekerjasama dengan Kementrian Dalam Negeri.
Baca juga: Panggilan Buku dan Daya Magis Membaca
Dalam berita, memuat foto delapan siswa bersama ibu guru sedang menjalani diskusi dengan membawa buku di taman depan perpustakaan. Kehadiran buku dalam perpustakaan terwakilkan melalui adegan berfoto guru bersama murid sebagai menu ajakan membaca di perpustakaan tersebut. Berfoto dengan berbuku cukup untuk mempromosikan letak strategis perpustakaan Boyolali yang berpindah di pusat kota dengan berbagai kecanggihan teknologis.
Kecanggihan Teknologi
Kini dunia perpustakaan bisa bermakna teknologi. Sebab fasilitas dan sarana penunjang pembaca terus berkembang. Bukti Kecangihan itu bisa kita rasakan ketika mencari buku tak lagi menggunakan sepasang mata, melainkan cukup “klik dengan komputer” mampu melihat letak buku dengan begitu cepat. Buku dipertemukan dengan pembaca. Kita tak akan lagi meyakini menggunakan sepasang mata serta perasa sentuhan tangan dengan buku. Hingga saat perjumpa dengan buku mampu tergantikan.
Perjumpaan berbuku melalui sentuhan tangan bisa kita rasakan lewat buku Muhammad Husnil berjudul Melunasi Janji Kemerdekaan Biografi Anies Rasyid Baswedan (2014 : 63). Saat menginjak kelas 3 Sekolah Dasar (SD) selepas pulang sekolah, Anies rela menempuh perjalanan kurang lebih 3 km dengan bersepeda. Kegigihan untuk sampai menuju perpustakaan Kedaulatan Rakyat di jalan Pangeran Mangkubumi membutuhkan waktu cukup lama. Sesampainya di perpustakaan, ia lekas mencari buku lalu membaca dan tak menyia-yiakan waktu membaca buku. Perjalanannya tak membuatnya letih, saat sesampainya di perpustakaan ia merasa terobati dengan membaca dan meminjam buku.
Anies memang seorang pembaca, sejak kecil ia sudah memahap berbagai buku apa saja. mulai komik, cerita anak, biografi, motivasi atau psikologi terapan. Berbagai bacaan yang mempengaruhi pola pikirnya lateral Thinking karya Edward De Bono, seorang psikolog asal Inggris (halaman 64). Berbuku menjadi kebutuhan ragawi Anies ketika menjadi siswa hingga mahasiswa.
Baca juga: Membaca Buku Sebelum Tidur
Perpustakaan tak melulu mempersoalkan penghargaan. Perpustakaan tanpa penghargaan juga bisa kita rasakan pasca Orde Baru melalui buku garapan Mujito berjudul Mobil Biru Yang Selalu Kutunggu (1995). Buku bertanda “Milik Negara Tidak Diperdagangkan” mengisahkan perpustakaan keliling melalui mobil biru yang selalu di tunggu oleh masyarakat kampung. Anak kecil serta orang dewasa berbondong-bondong lekas hadir saat suara mobil biru yang membawa segudang buku bersuara.
Mereka sangat gembira saat mobil biru dengan iringan lagu jali, jali, jali, jali, jali, jali. Dari Jakarta menjadi pertanda mobil biru telah tiba. Mobil biru membawa berbagai buku-buku sebagai kebutuhan masyarakat kampung untuk ajakan membaca. Terdapat kelas-kelas berbuku untuk memilah isi buku dalam mobil biru. Jenis buku dari mobil biru memiliki buku-buku karya umum, filsafat, agama, ilmu pengetahuan sosial, bahasa, ilmu pengetahuan murni, teknologi, seni, rekreasi, olahraga, kesusasteraan, sejarah, ilmu bumi dan biografi turut di hadir mengajak masyarakat sebagai budaya membaca.
Buku berilustrasi gambar serta kehadiran nasehat-nasehat wajib diingat melalui mobil biru. Sebab nasehat tersebut mampu memberikan kebutuhan membaca dalam setiap minggu bagi masyarakat kampung. Kegirangan serta keriuhan saat membaca dan meminjam, petanda ajakan positif sebagai budaya membaca di Indonesia. Perpustakaan keliling melalui mobil biru memberi manfaat terhadap bangsa dan negara sebagai usaha membentuk masyarakat literer.
Mobil biru membawa berbagai buku-buku sebagai kebutuhan masyarakat kampung untuk ajakan membaca. Terdapat kelas-kelas berbuku untuk memilah isi buku dalam mobil biru
Kini kehadiran mobil biru sebagai perpustakaan keliling masih dapat kita rasakan, saat menjumpai acara Car Free Day yang di diadakan Pemerintah Kota Surakarta dalam setiap Minggu (11 Desember 2016). Mobil biru tetap membawa buku-buku anak, comik, sejarah, sastra, filsafat seperti dulu. Kehadirannya kini sudah tak dirindukan lagi saat berbagai permainan dalam acara Car Free Day mampu menggantikannya. Anak-anak, Remaja, orang dewasa seakan meninggalkan kenangan. Mereka lebih menggemari permainan seperti goyangan senam, musik akustik, permainan bola, hingga bersepeda daripada membaca. Mobil biru begitu setia menunggu para pembaca. Ia rindu sentuhan jari manusia untuk buku-buku yang ia bawa.
Politik Warna Biru
Mobil biru masih mengajak kita untuk terus membaca meski kehadirannya kini tak lagi di rindukan seperti dulu. Ia selalu berikhtiar setiap hari minggu untuk mengajak para pembaca dalam acara Car free Day. Sebab mantan Presiden Joko widodo turut hadir meramaikan acara Car Free Day dengan warna biru sebagai pilihannya saat serbabirunya Jokowi dalam Solopos edisi (6 Desember 2016). Sorotan publik pengguna internet (Nitizen) mulai mempersoalkan payung berwarna biru yang ia kenakan saat menghadiri peserta aksi di Monas 2 Desember 2016 hingga berlanjut saat Jokowi membeli sandal berwarna biru di Mal e-Walk, Balikpapan, Kalimantan Timur. Tentu bila kehadiran Jokowi dalam acara Car free day dengan serbabirunya, mungkin mampu menjadikan mobil biru sebagai sorotan publik untuk membuat perpustakaan keliling tersebut jaya kembali.
Kini masyarakat menjadi mufasir saat warna biru menjadi warna pilihan Jokowi. Persepsi publik terhadap warna biru tak melulu menjadi identik dengan partai politik (parpol) ataupun sindir-menyindir terhadap kebijakan pemerintah. Warna biru begitu lekat dengan Jokowi menjadi perbincangan pemerintah dan publik bagi pengguna media internet. Bagi saya, warna biru ialah mobil biru perpustakaan keliling yang selalu membawa buku. Mobil biru sebagai perpustakaan yang tak lekat dengan penghargaan namun lekat dengan masyarakat kampung untuk mengajak membaca. []