
Selasa, 19 Agustus 2025 di Surakarta, KH. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah Surakarta, kembali meneguhkan tradisi pengajian kitab-kitab klasik dengan khidmat. Hari ini, beliau menuntaskan kajian mendalam kitab Manhajul Hanif, mahakarya Imam Abu Yazid Al-Busthami, yang memuat amalan hikmah (al-hikmah al-sufiyyah) serta pembinaan spiritual bagi seorang salik (al-salik fi tareeq al-haqiqah). Khataman ini diselenggarakan di aula utama pesantren, dihadiri oleh santri dari berbagai angkatan, alumni, dan tokoh masyarakat, yang semuanya tampak antusias mengikuti setiap uraian beliau.
Imam Abu Yazid Al-Busthami dikenal sebagai salah satu tokoh besar tasawuf klasik yang menekankan kesederhanaan hidup, pengendalian hawa nafsu, dan pendekatan hati (qalb) kepada Allah SWT. Kitab Manhajul Hanif memuat prinsip-prinsip hikmah (usul al-hikmah), amalan dzikir, serta etika spiritual yang menjadi fondasi bagi para salik dalam meniti jalan sufi. KH. Mustain Nasoha menjelaskan bahwa kitab ini bukan sekadar teori, tetapi panduan praktik yang harus diamalkan dengan penuh kesadaran dan niat ikhlas (ikhlas al-niyyah).
Baca juga: Ruang Akhirat
“Dalam mengajar dan mengkaji kitab ini, saya senantiasa menggunakan metode ‘utawi-iki-iku’, yaitu pertama diperlihatkan, kemudian dijelaskan secara rinci, dan pada akhirnya saya membagikan pengalaman spiritual pribadi ketika mengamalkan amalan-amalan yang terdapat dalam kitab tersebut. Dan setiap kali akan memulai pengajian kitab apapun, saya selalu berusaha sowan dan memohon izin serta doa restu dari para Kyai dan Syaikh yang selama ini membimbing dan mendidik saya.” Kata KH. Mustain Nasoha, Ketua Fatwa MUI Kota Surakarta ini.
Setelah khataman Manhajul Hanif, KH. Mustain Nasoha mengijazahkan kitab ini kepada para santri dan hadirin sebagaimana beliau dulu mendapatkan ijazah dari para guru-gurunya baik Ketika Kyai Mustain Nasoha belajar di Indonesia maupun di Timur Tengah, kemudian pengajian dilanjutkan dengan kitab Sirrul Jalil dan Mujarobat Dairobi Kubro, dua kitab hikmah yang memiliki peranan penting dalam khazanah ilmu tasawuf dan doa-doa spiritual.
Pengajian semacam ini menjadi bukti bahwa Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah tetap konsisten menjaga tradisi ilmu klasik, menekankan pemahaman mendalam tentang Al-Qur’an, hadis, tasawuf, dan doa-doa hikmah
Kitab Sirrul Jalil, disusun oleh Syaikh Abu Hasan Ali asy-Syadzily Al-Hasani, merupakan salah satu hikmah kuno yang populer di kalangan umat Islam. Syaikh Abu Hasan Ali dikenal sebagai pendiri Tarekat Syadziliyyah, tarekat yang menekankan pengamalan dzikir, penguatan hati, dan kedekatan spiritual dengan Allah SWT. Kitab ini disusun secara tematik, membahas rahasia agung dan keistimewaan ayat “Hasbunallahu wa Ni’mal Wakil”.
Di awal kitab, sang musannif menegaskan bahwa kitab ini dilengkapi dengan riwayat sharih dari Nabi ﷺ, sehingga tidak hanya memberikan panduan hikmah, tetapi juga otoritas syar’i yang sahih. KH. Mustain Nasoha menekankan bahwa ayat Hasbunallahu wa Ni’mal Wakil memiliki khasiat perlindungan (al-hifdh al-ilahi), menenangkan hati yang gelisah, dan memberikan kekuatan spiritual dalam menghadapi ujian dunia.
Kitab ini juga memuat berbagai doa (du’a) dan wifiq—formasi huruf Arab dan angka hijaiyah yang disusun secara khusus untuk mempermudah konsentrasi dzikir dan mendatangkan keberkahan. Para santri diajarkan bagaimana mengamalkan doa tersebut secara tepat, sesuai dengan syariat dan sunnah, agar efek spiritualnya maksimal.
Kitab Mujarobat Dairobi, karya Syekh Ahmad Dairobi al-Kabir, dikenal sebagai ensiklopedi doa-doa dan wirid berbasis Al-Qur’an dan hadis. Judul aslinya, Fath al-Mulk al-Majid al-Mu’allaf li Naf’il Abid wa Qam’i Kulli Jabbarin ‘Anid, terdiri dari 36 pasal yang memuat amalan spiritual untuk berbagai hajat dunia dan akhirat.

Kitab ini tidak hanya memuat doa biasa, tetapi doa-doa khusus (du’a al-khusus), wirid, rajah, dan wifiq, yang memiliki efek spiritual dahsyat jika diamalkan dengan niat ikhlas. KH. Mustain Nasoha menekankan bahwa Syekh Dairobi memberikan peringatan tegas: doa dan rajah ini hanya untuk kebaikan dan pertahanan diri (al-difa’ al-hifdhi). Jika disalahgunakan, efeknya bisa kembali kepada pelaku.
Di antara manfaat yang diajarkan dalam Mujarobat Dairobi antara lain: pengobatan berbagai penyakit, pengembalian barang yang hilang, penolakan gangguan jin, mempermudah pernikahan, pelepasan dari sihir, perlindungan dari gangguan binatang, mendatangkan rezeki, dan memuluskan hajat. Cara kerja mujarobat ini memadukan kekuatan doa dengan surat dan ayat tertentu dalam Al-Qur’an, yang memiliki implikasi spiritual sekaligus praktis (al-tatbiq al-dunyawi).
KH. Mustain Nasoha yang sekarang menjabat sebagai pengurus PWNU pada Lembaga LPBH ini menekankan bahwa pengajian kitab-kitab klasik ini bukan sekadar ritual formalitas, tetapi bagian dari pembinaan spiritual (tarbiyat al-ruh) santri yang seimbang antara ilmu syar’i, praktik ibadah, dan pengembangan akhlak. Pengajian kitab hikmah mengajarkan santri tentang pengendalian hati, ketenangan batin, serta bagaimana mengamalkan doa dan dzikir untuk kebaikan diri dan masyarakat.
Baca juga: Di Antara Sains dan Agama
Beliau menambahkan, “Santri adalah pewaris ilmu dan hikmah. Ilmu yang diamalkan akan menjadi cahaya (nur) dalam kehidupan mereka, membawa ketenangan hati (sakinah al-qalb) dan keberkahan bagi dunia dan akhirat. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah.”
Pengajian semacam ini menjadi bukti bahwa Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Al Mustainiyyah tetap konsisten menjaga tradisi ilmu klasik, menekankan pemahaman mendalam tentang Al-Qur’an, hadis, tasawuf, dan doa-doa hikmah.
Para santri diharapkan mampu mengamalkan setiap ilmu yang diperoleh untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan masyarakat luas. Dengan demikian, khataman kitab Manhajul Hanif, pengajian Sirrul Jalil, dan Mujarobat Dairobi bukan hanya menjadi ritual ilmiah, tetapi sarana penguatan spiritual dan moral bagi generasi muda Islam, yang akan menjadi benteng akhlak dan keimanan dalam menghadapi tantangan zaman.
 
		





