Alam
Ilustrasi dari Kompas.id

Alam adalah anugerah dari Tuhan untuk memfasilitasi kehidupan manusia. Alam menyediakan semua kebutuhan manusia. Baik kebutuhan hayati dan rohani. Karenanya, manusia wajib menjaganya, menghormati, dan memuliakannya seperti memperlakukan manusia seutuhnya manusia. Sehingga, manusia bisa hidup bersama dan tentram.

Namun, kini, kebaikan alam kepada manusia dibalas dengan kejahatan. Keserakahan!  Seperti yang kita saksikan akhir-akhir ini di Raja Ampat. Jajaran kepulauan yang hijau dan rindang, yang dibalut oleh biru-jernih air laut itu, kini tampak suram.

Hutannya hilang digantikan “tumbuhan besi” kendaraan berat pengeruk nikel. Airnya keruh tercemar endapan tanah. Biota laut terancam. Ikan dan satwa disekitarnya kebingungan. Juga rakyat Indonesia yang kebingungan mempunyai pemerintahan yang pola pikirnya dangkal dan tidak mempunyai visi pelestarian lingkungan.

Inilah kebingungan yang kita hadapi. Di mana, banyak manusia-manusia cerdas, cendikiawan, titelnya banyak, tetapi tidak punya etika terhadap lingkungan. Mereka dengan kejam membunuh satwa di hutan dengan menebangi pohon-pohon. Apakah mereka lupa bahwa hutan itu penghasil oksigen untuk manusia bernafas?

Baca juga: Memahami Tafsir Ekologis

Inilah watak manusia yang hanya mementingkan hidup umatnya, yakni watak antroposentris. Pada gilirannya, demi menjaga kelestarian keturunannya, manusia tega mengorbankan kelestarian lingkungannya. Karenanya, kita perlu membaca buku Etika Lingkungan Hidup garapan A. Sonny Keraf terbitan Penerbit Buku Kompas, 2010.

Buku ini dalam lembaran awal mengritik manusia yang cenderung punya paradigma antroposentris. Yang melahirkan manusia yang eksploitatif, merusak alam, dan menjadikannya komoditas ekonomi, juga alat pemuas kebutuhan manusia yang tiada batas.

Pencerahan

Ini adalah dampak dari apa yang terjadi di Eropa sekitar enam abad lalu yang mempengaruhi sistem kehidupan manusia. Semenjak bangsa Eropa keluar dari era kegelapan (dark age) menuju cahaya pencerahan (renaissance, aufklärung) yang ditandai dengan lepasnya jeratan (taklid) bangsa Eropa dari gereja.

Dan, lahirlah pemikiran rasionalisme-humanisme dan revolusi industri-teknologi. Dengan itu, bangsa Barat menjadi bangsa yang maju, superior, dan menganggap bangsa selain mereka—termasuk umat Islam—inferior, kuno, dan terbelakang.

Mereka lalu menciptakan sistem ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). IPTEK punya andil besar dalam proses pencarian sumber daya ekonomis pada alam. Dengan IPTEK yang dimiliki bangsa Barat, mereka melakukan pelayaran samudra dan penjelajahan ke pelbagai tempat untuk mengeksploitasi, yaitu rempah-rempah (gold) untuk kepentingan konsumsi mereka.  

Hingga, ombak samudera menghantarkan mereka di kepulauan Nusantara, yaitu Portugis yang mendarat di kepulauan Maluku pada abad keenam belas dan, mengeksploitasi hasil bumi juga membunuh ribuan penduduk pribumi yang mempertahankan sumber daya mereka.

Kasat-Kusut IPTEK

Kiwari, IPTEK menjadi perangkat utama untuk menjelajahi alam. Awalnya baik. IPTEK digunakan untuk mengeksplorasi atau sekadar mencari tahu di manakah harta karun itu berada. Selain untuk kegunaan ekonomis, eksplorasi juga punya maksud untuk kepentingan penelitian dan konservasi alam.

Namun, karena tabiat sebagian manusia yang serakah, alam pun dieksploitasi habis-habisan. Merusak. Mencederai keindahan. Seperti yang diderita oleh Raja Ampat dan tempat-tempat konservasi lainnya yang terancam oleh eksploitasi—yang belum terekspos oleh media.

Dari sini kita harus sadar dan mempunyai etika akan bagaimana IPTEK itu kita gunakan dalam kehidupan. Mengingat, IPTEK itu punya perasaan yang berbeda-beda. Seperti yang diungkap oleh H.A.R. Tilaar dalam bukunya bertajuk Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI (Balai Pustaka, 1990). Filosof pendidikan Indonesia itu mengungkap bahwa IPTEK punya pedang bermata tiga.

Manusia wajib hukumnya menjaga kelestarian dan ketentraman alam, meskipun di dalam hijaunya hutan dan birunya lautan itu ada bahan komoditas tambangnya

Pada sisi pertama, kemajuan IPTEK telah membawa goncangan terhadap pegangan-pegangan hidup sosial dan budaya manusia itu sendiri, termasuk agama dan sistem kepercayaan. Sisi kedua, IPTEK membuka kegirisan baru bagi manusia terhadap alam semesta (lingkungan) yang tidak atau belum terjangkau oleh daya penalaran yang terbatas. Dan, sisi yang ketiga, IPTEK memberikan tebasan-tebasan yang menguak dunia baru yang penuh potensi itu dengan penemuan-penemuan di bidang teknologi.

Dari ungkapan di atas, manusia perlu menyadari, bahwa kehadiran IPTEK memberikan keuntungan untuk menjaga ketentraman hubungan manusia dengan lingkungan. IPTEK seharusnya memberikan keuntungan bagi manusia untuk mengelola alam; membantu alam dalam prosesnya; mengungkap tabir keanekaragaman sumber hayati dan hewani untuk pengetahuan sehingga dapat diwariskan kepada generasi mendatang, sehingga dapat digunakan secara arif dan bijaksana.

Jangan sampai

Jangan sampai alam marah kepada kita. Ia hidup, meski ia tidak bergerak. Ia layaknya manusia. Punya perasaan, kesabaran, dan rasa tidak terima jika diperlakukan buruk. Seperti manusia. Anggaplah ada seseorang yang tidak kita kenal, tanpa tedeng aling-aling meludah di depan. Sontak, kita pasti ingin membalasnya meskipun sebatas mengumpat. Begitu juga dengan alam. Kalau kita berbuat buruk, pastilah alam membalasnya meski balasannya tidak langsung dirasakan.

Banjir yang menggenangi pemukiman bersama sampah-sampah mereka; menipisnya lapisan ozon di angkasa; mencairnya es di kutub yang membikin volume air laut naik dan perlahan akan menenggelamkan bumi; udara semakin panas karena gumpalan asap pabrik yang berbahaya dan karena fungsi hutan sebagai episentrum oksigen semakin hilang karena ditebangi; juga lautan nun bening seperti kaca, perlahan keruh karena limbah sedimentasi tambang, itulah bukti bahwa alam sedang marah kepada kita.

Baca juga: Kondisi Iklim, Keberlanjutan Ekologi dan Kritik (lewat) Musik

Karenanya, alam perlu kita sayangi. Bagaimanapun, manusia wajib hukumnya menjaga kelestarian dan ketentraman alam, meskipun di dalam hijaunya hutan dan birunya lautan itu ada bahan komoditas tambangnya. Ini mutlak! Tanpa alasan apapun! Karena, alam adalah tetesan nirwana indah dan memberi penghidupan manusia. Seperti tembang milik Chrisye yang bertajuk Sabda Alam (1978). Petikan gitarnya hening. Arasemennya membawa pendengar kepada suasana alam yang tentaram. Lagu itu terdengar:

“Sejenak ku terlena/ Akan kehidupan yang fana/ Nikmat alam semesta/ Nusa indah Nirmala/ Serasa pagi tersenyum mesra/ Tertiup bayu membangkit sukma/ Adakah esok kan tersenyum jua/ Memberi hangatnya sejuta rasa.”

Begitulah. Masalah ketentraman alam menjadi renungan seluruh penduduk bumi. Alam sudah memberikan segalanya untuk kehidupan kita. Lantas, hal baik apa yang sudah kita lakukan kepada alam?

Bagikan
Penulis tinggal di Mantingan, Ngawi (perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur)

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here