Naskah Nadhom As’ad Koleksi digital Prof. Islah Gusmian

Menurut catatan sejarah, pulau Jawa juga dikenal sebagai wilayah yang kaya akan manuskrip dan naskah Jawa yang memuat beragam informasi dari aspek kehidupan di masa lalu. Informasi tersebut bisa mencakup sejarah, filsafat, agama, tasawuf, dan bahkan mungkin ajaran tradisi, sosial, dan politik.

Sehingga, naskah mempunyai otoritas dan peran penting yang sifatnya universal. Artinya, isi naskah dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang valid dan dapat diakses oleh siapa pun dari berbagai kalangan maupun dalam disiplin ilmu pengetahuan.

Sebagai bagian dari peradaban keilmuan, generasi masa lalu telah memberikan warisan kepada kita ribuan naskah dan manuskrip. Naskah-naskah tersebut banyak tersimpan di sejumlah perpustakaan, museum, rumah ibadah, dan koleksi atau perpustakaan pribadi (Gusmian 2021).  Dari sini para sarjana muslim banyak mengkaji naskah-naskah tersebut, yang dilihat dari berbagai aspek baik sejarah, agama, budaya, sosial, maupun politik.

Kajian-kajian itu kemudian melahirkan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat menjadi dasar terjadinya Islam moderat di Indonesia. Agama dan keberagamaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Karena sejatinya manusia sebagai subjek, yang selalu menghubungkan dirinya dengan yang Ilahi dan alam.

Baca juga: Menggali Jati Diri

Naskah yang hari ini kita temukan mayoritas memberikan ajaran moral bagi umat muslim, khususnya Jawa. Alasannya adalah, naskah-naskah yang berbahasa Jawa mempunyai sifat teoritis dan konseptual yang sebetulnya sudah dituangkan dan diperkenalkan kepada masyarakat Jawa (Gusmian 2015).

Tidak hanya itu, manuskrip adalah tradisi yang hidup di tengah masyarakat yang mereflesikan kemajuan peradaban anak bangsa dalam ruang lingkup keagamaan (Jabali 2010). Apa yang tergambar secara umum dalam kerukunan beragama masyarakat Jawa, tak lepas dari apa yang telah dituturkan di atas. Dengan demikian gambaran ini menjadi cerminan dan dasar adanya peradaban moderat Islam di Indonesia.

Ajaran Naskah Jawa  

Di Indoensia, perbincangan mengenai Islam moderat sejatinya sudah terjadi  sejak lama terutama pada awal transmisi demokrasi Indonesia atau pasca bergulirnya masa pemerintahan reformasi tahun 1998 (Hannan, 2020: 160). Sebelum adanya kepopuleran tentang ajaran Islam moderat, para ulama terdahulu sudah lebih dulu mengajarkan kepada masyarakat akan pentingnya menanamkan nilai keberagamaan.

Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan-penemuan naskah kuno yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran nilai teologis. Konsep yang dibangun dalam ajaran naskah Jawa, merupakan sebuah transformasi Islam moderat dengan berbagai bidang keilmuan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap masyarakat.

Sebetulnya, konsep Islam moderat tidak hanya sebagai metode dakwah yang sejak dulu ada. Prinsip Islam moderat lebih jauh adalah prinsip agama Islam itu sendiri, dengan kata lain, hal ini juga menjadi prinsip teologis dari agama Islam  (Lukluil Dkk, 2021: 232).

Penulis dalam hal ini ingin mengaitkan sebuah ajaran penting yang terkandung di dalam naskah dengan adanya perkembangan paradigma   Islam moderat di Indonesia. Sejalan dengan adanya ajaran toleransi, moderasi, dan tradisi, Islam dianggap sebagai agama yang mempunyai otoritas dalam mengatur dan memposisikan keberagamaan sebagai bentuk bagian dari Rahmatal lil Alamin.

Dalam konteks masyarakat Indonesia, ajaran-ajaran keberagamaan bukan lagi sesuatu yang baru muncul kepermukaan. Asumsi itu disebabkan karena adanya ajaran masa lalu baik berupa lisan maupun tulisan yang sebetulnya sudah menjadi bagian dari aplikasi nilai kehidupan (Akhmadi, 2019: 49).

Peningkatan kualitas keberagamaan dan spiritualitas terhadap masyarakat muslim, terjadi pada saat Islam   berkembang di berbagai daerah termasuk pulau Jawa. Perkembangan ini menyebabkan pesatnya peradaban keilmuan melalui naskah-naskah Jawa yang ditandai dengan nilai-nilai keislaman.

Perkembangan dasar terjadinya keberagamaan berangkat dari akidah yang berasal dari ajaran naskah yang tergolong moderat. Modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia adalah sebuah nilai karakter yang memiliki kohesivitas yang  kuat (Fuadi, 2022: 15).  Ajaran sosial yang terbetuk merupakan implikasi dari nilai- nilai teologis di masa lalu yang sangat erat kaitannya dengan tradisi dan kearifal lokal.

Nilai-nilai budaya, baik yang hari ini dipertahankan maupun tidak, keduanya  memiliki relvansi dalam meningkatkan tradisi keberagamaan yang diangkat dari ajaran masa lalu. Hal ini akan terus di perbaharui sebagai bentuk kontekstualisasi keislaman dalam mempererat keastuan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kerukunan  beragama (Yohanes Lede, 2022: 242).

Sikap menghargai agama lain, ini merujuk kepada ajaran naskah Jawa yang berupa Serat Carub Kandha  yang menggambarkan nilai toleransi pada masa kerajaan Pajajaran, yang mana sebagian pendudukanya berbeda agama

Sebagaimana yang telah tertuang di atas, ada beberapa poin penting yang menjadi unsur moderasi beragama dalam ajaran naskah Jawa. Pertama, sikap menghargai agama lain, ini merujuk kepada ajaran naskah Jawa yang berupa Serat Carub Kandha  yang menggambarkan nilai toleransi pada masa kerajaan Pajajaran, yang mana sebagian pendudukanya berbeda Agama (Lektur Keagamaan et al., 2021: 58). Kedua, sikap moderat dalam memahami Agama.

Dalam ajaran tafsir Faidh al-Rahman, memberikan penjelasan bahwa nalar seseorang dalam beragama tidak cukup hanya sampai implikasi pelaksanaan dan rutualitas keagamaan. Kiai Sholeh Darat secara tidak langsung telah mengajari masyarakat  melalui ilmu filsafat, tasawuf, fikih dan lain sebagainya. Karena masyarakat pada dasarnya mempu berpikir dan mempunyai nalar yang cukup dalam memahami agama sebagai salah satu bagian dari kehidupan (Mustaqim, 2018: 48).

Baca juga: Surakarta: Kegelisahan dalam Budaya

Ketiga, akomodatif dalam kebudyaan dan kearifan lokal. Hal demikian diuraikan dalam beberapa naskah Jawa seperti naskah Babad Lasem, Serat Centhini, Serat Carub Kandha, dan juga tertuang dibeberapa naskah yang tersebar di Jawa. Sesuai dengan indikator moderasi beragama, orang-orang yang moderat lebih ramah dalam penerimaan budaya dan tradisi dalam implementasi beragama.

Tentu hal ini selama tidak bertentangan dengan ajaran pokok agama. Dengan demikian menunjukan bahwa, tradisi yang dilakukan masyarakat merupakan bentuk ketidak kakuan dalam memahami keberagamaan. Hal ini ditandai dengan adanya kesediaan dalam menerima praktik dan perilaku beragama yang tidak semata- mata mengedepankan pada kebenaran normatif (Iswanto 2021: 61).

Dengan adanya tiga ajaran tersebut, praktik keagamaan yang dijalankan oleh masyarakat tentunya memiliki landasan yang kuat sebagai bentuk pelestarian ajaran masa lalu yang terus bergerak dengan konteks perkembangan zaman. Pada posisi lain, ajaran naskah jawa juga dapat dipahami sebagai konsep yang tidak berdiri sendiri hanya pada satu aspek.

Artinya adalah, ajaran yang ditanamkan dalam naskah Jawa membutuhkan keseimbangan yakni pikiran, materi, hak, kewajiban, ijtihad, dan teks (Al-Qur’an dan sunnah) yang semuanya harus terjalin sempurna sebagai bentuk dasar terbentuknya ajaran Islam moderat di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here