Pembagian Hadits
Ilustrasi dari Nu.online

Pembagian hadits dalam Islam mewujud satu di antara aspek penting dalam upaya pemahaman dan implementasi ajaran agama. Hadits, yang merupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW, memiliki peran signifikan dalam membimbing umat Muslim melakoni kehidupan sehari-hari.

Pembagian hadits dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama, yang membantu mengklasifikasi dan memahami hadits secara lebih dalam.

Pertama, pembagian hadits menjadi dua kategori utama; hadits sahih dan hadits dhaif. Pembagian ini adalah suatu proses yang sangat penting dalam sejarah perkembangan hadits Islam. Hadits sahih memiliki nilai tinggi dalam tradisi Islam karena memiliki rantai perawi yang kuat dan terpercaya.

Jalur perawi yang kuat menunjukkan bahwa setiap orang yang menyampaikan hadits kepada generasi berikutnya adalah orang yang terpercaya dan dapat dipercaya. Kesaksian yang dapat dipercaya ini memberi validitas pada sebuah hadits sehingga hadits sahih dianggap sebagai sumber ajaran Islam yang autentik.

Di sisi lain, hadits dhaif memiliki kelemahan dalam rantai perawi atau konten hadits itu sendiri. Kelemahan ini dapat berasal dari berbagai factor; kurangnya ketelitian dalam mentransmisikan hadits dari satu generasi ke generasi berikutnya, adanya perawi yang diragukan sifat jujurnya. Konten hadits yang meragukan juga dapat membuat hadits tersebut dianggap lemah.

Baca juga: Mendialogkan Sains dan Agama 

Hadits dhaif tidak dapat sepenuhnya diandalkan dalam pandangan hukum Islam atau sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Oleh karena itu, para ulama dan ahli hadits berhati-hati dalam menaruh hadits sahih atau dhaif, karena hal ini memiliki dampak besar terhadap pemahaman dan praktik umat Muslim seantero dunia!

Klasifikasi antara hadits sahih dan dhaif membantu para ulama dalam menentukan sejauh mana sebuah hadits dapat dijadikan dasar hukum atau panduan. 

Hadits sahih memiliki otoritas yang tinggi dan dapat dijadikan landasan untuk membuat keputusan hukum, fatwa, dan panduan umat Muslim. Sebaliknya, hadits dhaif tidak memiliki otoritas yang cukup kuat untuk digunakan dalam mufakat hukum atau agama.

Selain pembagian berdasar keandalan, hadits juga dapat dikategorikan berdasarkan kontennya, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan umat Islam. Kategori-kategori ini mencakup akidah (keyakinan), ibadah (ibadah ritual), muamalah (urusan sosial dan ekonomi), serta akhlaq (etika dan moral). Pembagian hadits berlandaskan konten ini menyodorkan kekayaan dan keragaman dalam pandangan Islam terhadap rutinitas hidup.

Hadits-hadits tentang akidah membahas keyakinan dasar umat Islam, termasuk kepercayaan kepada Allah, nabi, kitab suci, malaikat, hari akhir, dan takdir. Hadits-hadits ini memberikan fondasi yang kukuh bagi keyakinan umat Islam, membimbing mereka dalam memahami esensi iman dan tujuan hidup. Dengan memahami hadits-hadits tentang akidah, umat Muslim dapat memperkuat iman mereka dan menjalani kehidupan dengan rasa yakin nan teguh.

Ibadah merupakan bagian integral dari kehidupan seorang Muslim, dan hadits-hadits tentang ibadah memberikan panduan yang sangat rinci tentang tata cara melaksanakan ritual keagamaan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

Hadits-hadits ini menyampaikan petunjuk perihal tata cara ibadah yang benar, termasuk gerakan tubuh, bacaan doa, dan waktu pelaksanaan. Dengan memahami hadits-hadits ini, umat Muslim dapat menjalankan ibadah dengan taat dan sadar—mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang benar dan bergelimang makna.

Muamalah melibatkan aspek sosial dan ekonomi dalam kehidupan umat Islam, termasuk perdagangan, keuangan, dan hukum. Hadits-hadits ihwal muamalah memberi panduan tentang etika bisnis, adil dalam perdagangan, serta hak dan kewajiban dalam hubungan ekonomi; jual, beli, sewa, dst.

Dengan memahami prinsip-prinsip yang terkandung dalam hadits-hadits ini, umat Muslim bisa membangun masyarakat yang adil dan amanah, serta menghindari praktik-praktik yang tidak sesuai apalagi melenceng dengan ajaran suci Islam.

Terakhir, hadits-hadits tentang akhlaq. Sekian hadits membimbing umat Muslim dalam menjalani tata hidup dengan unsur moralitas yang tinggi. Mereka mengajarkan nilai-nilai seperti jujur, sabar, kasih sayang, dan pengampun.

Dengan memahami dan menginternalisasi pesan-pesan moral yang terkandung dalam hadits-hadits semacam, umat Muslim dapat menciptakan lingkungan sosial yang harmonis dan menjalani hidup yang menghargai liyan.

Baca juga: Relevansi dan Keterbatasan Orientalis dalam Studi Islam

Selain itu, hadits dibagi berdasarkan sumber; hadits mutawatir dan hadits ahad. Pembabakan ini tidak kalah penting guna memahami otoritas hadits dalam tradisi Islam. Hadits mutawatir adalah hadits yang telah disampaikan oleh sejumlah besar perawi melalui berbagai jalur yang tidak mungkin bersekongkol dalam memberikan informasi palsu. Hadits mutawatir memiliki sumber yang sangat dapat diandalkan dan diterima oleh umat Islam sebagai kebenaran yang pasti.

Sebab jumlah perawi yang menyampaikan hadits mutawatir sangat besar, kehadiran informasi yang salah atau terdistorsi menjadi sangat tidak mungkin (mustahil). Oleh karena itu, hadits mutawatir dianggap sebagai sumber yang sangat kuat dalam ajaran Islam dan dianggap amat benar.

Di sisi lain, hadits ahad adalah hadits yang disampaikan oleh satu atau beberapa perawi. Hadits ini tidak mencapai jumlah perawi yang cukup untuk memastikan keandalannya seperti hadits mutawatir. Meski demikian, hadits ahad masih memiliki otoritas dalam Islam—dengan taraf kepercayaan yang beda.

Para ulama hadits melakukan penelitian yang cermat terhadap sanad (rantai perawi) dan matan (isi) hadits ahad untuk menilai derajat keabsahannya. Oleh karena itu, hadits ahad juga dapat memberi panduan dan penjelasan ajaran Islam walau tidak mampu menyamai level hadits mutawatir.

Pemahaman tentang pembagian hadits berdasarkan sumber ini bagi saya sangat penting, utamanya dalam membentuk kepercayaan dan keyakinan umat Islam terhadap ajaran agama. Hadits mutawatir memberikan kepastian dan keyakinan yang tinggi, sementara hadits ahad memberi pemahaman tambahan (alternatif) yang dapat menopang penafsiran ajaran Islam.

Sekian hadits telah terbukti membantu para ulama dan umat Muslim menentukan keabsahan dan relevansi hadits dalam pelbagai konteks.

Selain itu, mereka juga membantu merawat warisan Nabi Muhammad SAW dan menghindari penyalahgunaan atau pemahaman yang keliru. Dengan pemahaman yang baik tentang pembagian hadits, umat Muslim dapat lebih komprehensif dalam memahami dan menerapkan ajaran agama, sejalan dengan tujuan utama Islam untuk membimbing manusia melewati dan menghayati jalan-Nya.

Bagikan
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here