Pendidikan Moderasi Beragama

Diskusi buku Moderasi Beragama: Reproduksi Kultur Keberagaman Moderat di Kalangan Generasi Muda Muslim karya Dr. Nur Kafid baru saja diselenggarakan. Kegiatan bedah buku tersebut dihelat di aula lantai 2 Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta. Acara berlangsung sejak pukul 8.30 sampai 12.00. Sejumlah 100 peserta hadir menyimak diskusi buku tersebut.

Diskusi buku ini merupakan puncak dari serangkaian acara yang sudah dilakukan sebelumnya, yakni Lomba Esai Moderasi dan Lomba Resensi Buku Moderasi Beragama, yang ditujukan khusus untuk mahasiswa se-Solo Raya.

Dalam kegiatan ini, Dr. Nur Kafid dan Dr. Akhmad Ramdhon tampil sebagai narasumber. Sedang M Taufik Kustiawan, merupakan moderator yang memandu prosesi diskusi. Buku yang dibedah adalah hasil konversi dari disertasi karya penulis, yang dipertahankan di UIN Syarif Hidayatullah pada tahun 2023.

Baca juga: Islam Moderat dan Naskah Jawa

Dr. Nur Kafid memulai presentasi sesi pertama. Dr. Nur Kafid mula-mula menyampaikan bagaimana proses kreatif saat menggarap disertasi buku ini. Jauh sebelum studi doktoral, Dr. Nur Kafid sudah aktif dalam kegiatan dialog lintas agama.

Aktivisme sosial ini merupakan ruang pergulatan yang cukup intens oleh Dr. Nur Kafid sebagai penulis dan peneliti. Buku ini pun menjadi bukti pergulatan akademik dan nonakademik dalam waktu yang panjang, khususnya menyangkut isu-isu dialog kegamaan di Indonesia.

Dr. Nur Kafid kemudian mengutarakan tentang pola interaksi dan cara pandang masyarakat Solo (Surakarta). Sebuah kota yang ada di Jawa Tengah, yang mengusung narasi khas Jawa. Citra kota Solo adalah kota yang ramah, halus, dan moderat. Menurut Dr. Nur Kafid, kota Solo memiliki “dinamika cukup kencang dan tensi sangat tinggi.”

Dengan situasi tersebut, Dr. Nur Kafid mempunyai pertanyaan, mengapa di tengah-tengah masyarakat yang toleran, kenapa ada tensi yang cukup panas? Mengapa banyak individu atau kelompok yang terindikasi paham-paham ekstremisme?

Moderasi bukan hanya sebatas konsep, moderasi bukan hanya sebatas teori, tetapi sebuah praktik

Moderasi beragama kian penting saat segregasi sosial dan politik identitas mulai meninggi. Potensi perpecahan bisa menjalar, dari satu inidividu ke individu yang lain, dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Pemahaman dan praktik moderasi kemudian menjadi sebuah gerakan bersama yang urgen .

“Moderasi bukan hanya sebatas konsep, moderasi bukan hanya sebatas teori, tetapi sebuah praktik,” ungkap Dr. Nur Kafid.

Sesi berikutnya adalah pemaparan Dr. Akhmad Ramdhan. Dosen Sosiologi UNS ini membentangkan lanskap yang mendasari seruan moderasi sangat menggejala beberapa waktu belakangan. Dr. Akhmad Ramdhan kemudian menegaskan bahwa setiap generasi, punya logika dan argumentasi yang beda dalam memahami pemahaman Islam yang berkembang. Sebab, setiap generasi lahir memiliki situasi zaman yang berbeda.

Baca juga: Menggali Jati Diri

Dr. Akhmad Ramdhon memulai pengisahan tentang budaya pop masa remaja. Dari budaya pop yang cukup digandrungi inilah, Dr. Akhmad Ramdhon menelisik lebih jauh dalam rangka pengertian terhadap agama lain, praktik toleransi, sampai citra agama dalam budaya massa.

Secara lebih lanjut, Dr. Akhmad Ramdhon mengungkapkan bahwa situasi keberagamaan zaman sekarang tampak beku, kering, tidak cair. Penghayatan dan pengertian mengenai kelompok lain semakin minim, sehingga sangat mungkin memupuk rasa intoleransi.

Kondisi semacam mendapat momen usai Reformasi, dan semakin menguat dari tahun ke tahun, sampai saat ini. Dengan perkembangan situasi semacam, pengelola Kampungnesia.org ini menandaskan pentingnya buku Moderasi Beragama ini. Dr. Akhmad Ramdhon ini menutup presentasi dengan ucapan lantang, “Selamat bermoderasi” bagi anak-anak muda di kota Solo.

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here