Studi Hadis: Pendekatan dan Pembagian
Ilustrasi dari inews.id

Sebagai sumber hukum Islam pokok setelah al-Qur’an, hadis memiliki kontribusi besar dalam membimbing umat Islam. Hadis membantu memahami implementasi ajaran al-Qur’an dalam kehidupan umat muslim sehari-hari. Mengacu beberapa pendekatan studi hadir melalui beberapa pembagian, hadis menjelaskan-menguraikan ajaran kitab suci sampai melahirkan kultur keagamaan agar bisa diikuti-dipahami segenap umat.

Pendekatan studi hadis merupakan suatu upaya analisis yang mendalam terhadap berbagai hal yang menggambarkan perkataan, tindakan, persetujuan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.

Pendekatan ini membantu umat muslim menginterpretasikan ajaran Islam dengan lebih dalam dan mencegah penyebaran ajaran Islam yang keliru atau salah.

Dalam studi hadis, para ulama membagi pembagian hadis menjadi dua; kualitas perawi dan kuantitas perawi. Pembagian hadis ini memudahkan para ulama dan umat muslim dalam menelaah keberlakuan dan keabsahan ajaran suatu hadis.

Pembagian hadis dari segi kuantitas perawi terbagi menjadi dua; mutawatir dan ahad. Pertama, mutawatir. Hadis mutawatir merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar periwayat dalam setiap generasi dengan cara yang sama sehingga mustahil bagi mereka untuk membuat kesepakatan palsu.

Hadis mutawatir dianggap memiliki tingkat kepastian yang tinggi, karena jumlah perawi yang besar menjadikan probabilitas kesalahan atau pemalsuan sangat kecil. Oleh karena itu, hadis mutawatir dianggap sebagai sumber ajaran Islam yang sangat dipercaya.

Kedua, ahad. Hadis ahad merupa jenis hadis yang hanya disampaikan oleh satu atau beberapa perawi, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dianggap hadis mutawatir.

Hadis ahad mempunyai tingkat kepercayaan yang lebih rendah daripada hadis mutawatir sebab jumlah perawinya terbatas. Meskipun bisa shahih atau dapat dipercaya, keberadaan hadis ahad bisa diragukan dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan keabsahannya.

Baca juga: Mengarusutamakan Politik Ulama 

Sedang pembagian hadis dari segi kualitas perawi, terbagi menjadi tiga; shahih, hasan, dan dhaif. Pertama, hadis shahih adalah hadis yang memiliki rantai perawinya kuat, terpercaya, dan tidak memiliki cacat dalam rantai sanad maupun matan hadisnya. Hadis shahih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam islam dan menjadi pegangan hidup.

Kedua, hadis hasan. Hadis hasan memiliki rantai perawi yang baik, akan tetapi tidak sekuat rantai perawi hadis shahih. Hadis hasan masih dapat jadi sumber hukum Islam, tetapi dengan batasan penggunaan dibanding hadis shahih.

Ketiga, hadis dhaif. Hadis dhaif adalah hadis dalam Islam yang dianggap lemah atau tidak dapat dipercaya. Kelemahan ini berasal dari rantai perawi yang tidak kuat atau perawi yang diragukan keandalannya. Musabab ketidakpastian ini, hadis dhaif tidak dianggap sebagai sumber hukum atau pedoman yang valid dalam agama Islam.

Dengan adanya pembagian-pembagian hadis tersebut, cukup memudahkan para ulama dan umat muslim membedakan antara hadis yang shahih dengan yang lemah dan palsu, serta membantu menghadapi ketika menguji keabsahan suatu hadis.

Pendekatan studi hadis melalui pembagian ini menjadi hal yang sangat urgen karena melibatkan penilaian kekuatan hadis dalam agama Islam. Sebenarnya, ada beragam alasan mengapa pembagian hadis ini dilakukan. Tanpa kriteria yang terang, sulit untuk menilai apakah suatu hadis dapat diandalkan. Hal Ini bisa menyebabkan rasa bingung dan gamang mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Jika hadis tidak dikelompokkan secara tepat, dapat timbul kekacauan dalam pemahaman dan praktik agama. Tanpa pembagian yang jelas, sulit untuk membedakan antara hadis yang shahih atau tepercaya dengan yang lemah atau palsu. Ini bisa menyebabkan penyebaran informasi yang tidak akurat bahkan meragukan keabsahan hadis.

Baca juga: Puisi untuk Nabi Muhammad 

Sementara itu, tanpa pembagian yang sistematis, sulit pula guna memahami konteks dan situasi di baliknya, sehingga pesan dan ajaran yang disampaikan dapat salah diartikan.

Tanpa pengelompokkan hadis, sampai munculnya hadis palsu, ini bisa melahirkan potensi-potensi penyelewengan. Orang-orang mungkin mengutip hadis palsu untuk mendukung keyakinan atau tindakan mereka, yang bisa merusak pemahaman umum agama.

Umat muslim niscaya kesulitan menentukan bagaimana menerapkan ajaran Islam dalam keseharian tanpa panduan hadis shahih. Hal ini dapat menghambat dan melahirkan kesulitan praktik agama yang selaras.

Sistem hukum Islam sangat bergantung pada hadis dalam menentukan hukum-hukumnya. Tanpa pembagian ini, keputusan hukum pun dapat mengalami inkonsistensi dan hasilnya meragukan.

Ini menciptakan kerangka kerja yang gamblang dan terstruktur untuk menilai keandalan setiap hadis. Hal ini membantu umat muslim memahami ajaran Islam lebih baik, menghindari pemutarbalikan, dan menjaga integeritas-kesucian agama. Oleh karena itu, pembagian-pembagian hadis sangat penting untuk memastikan ajaran Islam dipegang dengan benar lagi terpercaya.

Pendekatan studi hadis melalui pembagian yang baik membantu umat Islam dalam mengambil pelajaran yang sesuai konteks kemajuan zaman, serta menghindari praktik-praktik yang tak sesuai kaidah Islam. Dengan kata lain, pembagian hadis yang tepat dapat menjaga ajaran Islam nan otentik, serta melindungi umat Islam dari penyelewengan ajaran yang muncul bila hadis tak dikelompokkan dengan relevan.

Bagikan
Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here