50 Tahun Majalah Bobo

Rama Mudji Sutrisno melalui tulisan “Senang Membaca” dalam bunga rampai Berkelana Lewat Buku: Kisah Tujuh Penulis (Bestari Buana Murni, 2021) mengisahkan masa kecilnya saat tinggal di Solo. Ia sempat tinggal di sebuah perumahan daerah Kleco. Ia mengenang berbagai aktivitas masa kecil, termasuk permainan dengan teman sebayanya hingga proses pendidikan-pengajaran tentang membaca yang kelak membentuknya saat dewasa.

Salah satu hal yang ia sampaikan adalah keberadaan sekian nama majalah yang membuka cakrawala ilmu dan pengetahuan serta memantik imajinasi. Keterangan itu ia tulis: “Saatnya kami juga membaca dari majalah-majalah (saat SD dulu ada Kuncung, Kawanku, lalu bergeser ke Bobo).” Lembar demi lembar majalah menemaninya menikmati dunia kanak.

Nama-nama majalah tersebut bersejarah dengan kehadiran tokoh dan isi yang ditawarkan. Ungkapan Rama Mudji tentu memberi pengesahan bahwa budaya membaca dengan segala prosesnya, dari permenungan diri, relasi atas teks, sampai imajinasi yang membumbung tinggi merupakan satu langkah yang mangkus dan sangkil dalam menata jalan pikiran seseorang. Tidaklah berlebihan bila kemudian kita mengatakan bahwa membaca itu membentuk jati diri seseorang.

Dari pengakuan Rama Mudji, kita terbetik membuat ingatan akan satu nama majalah yang disebutkan, Bobo—yang pada 14 April 2023 genap berusia 50 tahun. Setengah abad. Sebuah usia yang tidak bisa lagi disebut muda.

Melalui media sosial resmi, dalam peringatan setengah abad, pihak majalah membuat senarai acara untuk menyemarakkan perjalanan panjang yang sudah dilalui. Bahkan, salah satu edisi majalah yang diterbitkan pada bulan April 2023 diberi sampul persis dengan edisi pertama No. 1 – 14, April 1973.

Para warganet menyambut dengan gembira dan penuh antusias. Dalam beberapa hari saja, distribusi majalah tersebut di platform digital langsung ludes. Tak sedikit dari mereka yang kecewa karena tak berhasil mendapatkannya. Mereka tetap berbagi ingatan ihwal ikatannya dengan majalah Bobo. Ada harap yang tersampaikan. Ada ruang yang masih disisihkan.

Ingatan terhadap bacaan terus menjadi sebuah martabat. Agaknya, ada semacam kekhawatiran yang begitu berarti saat revolusi digital melesat cepat. Mereka, yang dulu pernah mengalami masa kanak-kanak, berharap masa depan anak-anaknya pada abad XXI mendapat bahan bacaan yang tak kalah bermutu. Kesadaran itu tiada lain pada napas panjang seorang anak mengenai bacaan sebagai upaya menjalin dan merangkai makna pada zaman yang dihadapi.

Baca juga: (Keaksaraan) Majalah: Perempuan dan Anak

Kurniawan Junaedhie melakukan kajian terhadap beberapa nama majalah yang ada di Indonesia lewat buku Rahasia Dapur Majalah di Indonesia (Gramedia, 1995). Satu bahasan penting di dalamnya adalah perkembangan yang terjadi dalam majalah anak. Junaidhie memberi penjelasan bahwa hingga tahun 1970, ketersediaan literatur bagi kalangan anak-anak masih langka.

Bobo kemudian menjadi satu bagian penting dalam menyuguhkan tawaran kepada keluarga-keluarga Indonesia. Kurniawan Junaedhie menulis, “Penampilan majalah anak-anak ini terkesan meriah. Selain gambar sampulnya yang beraneka warna, sebagian isinya juga dicetak berwarna. Dengan itu, Bobo tercatat sebagai majalah anak-anak pertama yang menggunakan halaman berwarna-warni. Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya, Bobo merupakan perintis majalah anak-anak yang memberi sisipan berupa mainan stiker.” Anak-anak bermain dan belajar dengan majalah penuh warna yang memanjakan mata sekaligus imajinasi.

Kasmaran Berilmu

Sayangnya, telaah Kurniawan Junaedhie hanya sebatas masa awal keberadaan Bobo. Ia belum sampai memberi keterangan maupun penjelasan peran Bobo dalam konteks ilmu dan pengetahuan. Sebab, hal itu akan kita temukan merentang jauh dalam format (rubrikasi) yang dihadirkan oleh Bobo mulai edisi tahun 1980-an akhir sampai kini; dari flora dan fauna, astronomi, matematika, sejarah, lingkungan, kesehatan, hingga perkembangan teknologi.

Bukti ini terekam dengan sebuah buku berjudul Ensiklo Bobo yang terbit kali pertama pada tahun 2002. Sebuah buku yang memuat sekian rubrik tanya jawab bernama “Ensiklo Bobo” yang berhubungan dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan. Majalah Bobo punya pamrih dalam membuka interaksi kepada pembaca dengan memunculkan dialog akan ilmu dan pengetahuan.

Di pengantar terdapat sepotong pengakuan dari pihak majalah: “Teman-teman biasa menanyakan apa saja yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan atau hal-hal di sekitar kepada majalah Bobo. Kemudian pertanyaan yang terpilih, dijawab redaksi dan dimuat di majalah Bobo.” Keterangan penting dan terbayang dalam benak kita bagaimana anak-anak dari berbagai daerah merasakan kasmaran berilmu.

Ini menjadi bukti bahwa anak-anak di Indonesia sempat mengajukan pertanyaan dengan penuh penasaran, ke sebuah majalah bocah—belum lagi kenyataan bahwa mereka harus menunggu jawaban dan bersaing dengan pertanyaan-pertanyaan anak-anak lain seantero Indonesia.

Baca juga: Memahami Takdir Teologis

Apa yang telah dilakukan oleh Bobo, sedikit banyak memberi pelajaran berharga dalam perubahan yang dimunculkan di tengah kepungan revolusi digital. Tiada lain adalah kemauan para keluarga dalam mendidik anak yang mengedepankan dialog interaktif.

Anak-anak yang memiliki ragam imajinasi dengan proses memahami lingkungan sekeliling. Dengan begitu, orang tua dengan rendah hati perlu menjadi pendengar yang baik dan tak mudah mengecap sinis atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari benak anak—yang kadang spontan.

Lebih jauh, pada usia 50 tahun Majalah Bobo, kita juga mendapat makna akan pentingnya budaya literer. Sebuah kebiasaan membaca yang kukuh menopang pemahaman terhadap realitas dan pengetahuan.

Seturut gagasan dari Akademisi Ilmu Pengetahuan Indonesia yang tertuang dalam buku Sains45: Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan Indonesia (2016): “Di masa depan justru diperlukan kemampuan membaca yang lebih mahir karena harus disertai kemampuan memilah bacaan terpercaya di antara serbuan informasi.”

Bagikan
Fisikawan Partikelir. Bergiat di Lingkar Diskusi Eksakta. Menulis Buku Sekadar Mengamati: Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022) dan Bersandar pada Sains (2022).

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here