
Hari raya tidak hanya sebatas saling bermaaf-maafan dan bersilaturrahim. Lebih dari itu, yang menjadi khas saat hari raya adalah sajian ketupat sebagai hidangan khusus untuk dimakan. Dalam budaya Jawa, hal ini dikenal sebagai Hari Raya Ketupat (lebaran ketupat) atau Kupatan atau Bodo Kupat.
Tradisi yang dilakukan seminggu atau tujuh hari setelah lebaran ini mengandung banyak makna di dalamnya. Ketupat ini sama seperti lontong dalam hal tekstur dan bahan, bedanya ketupat biasa dibungkus menggunakan daun kelapa.
Orang-orang akan berbondong-bondong pergi ke pasar untuk membeli janur-daun kelapa muda-atau membeli ketupat yang sudah jadi. Lazimnya ibu saya membeli daunnya saja, karena cenderung lebih murah daripada ketupat yang sudah jadi dan biasanya dipasrahkan kepada saya.
Ini sudah pasti. Pasalnya, sedari SD saya sudah sering membuat ketupat dan menjadi langganan tetangga untuk minta dibuatkan. Hal ini tak lepas dari tugas yang diberikan guru saya ketika SD, yang mana ada ujian praktik membuat ketupat, dan dari sanalah saya mulai belajar membuat ketupat.
Tidak mudah memang ketika masih awal belajar, but it’s not a big deal. Ketika pertama kali memegang janur, pasti akan terasa kaku dan kurang fleksibel. Namun, seiring berjalannya waktu dan latihan, tiada lima menit pun jadi. Kesabaran dan ketelatenan sebenarnya adalah hal yang harus dimiliki agar ketupat jadi dengan sempurna.
Ketupat yang sudah jadi akan diisi setengah bagian dengan beras yang telah dicuci bersih, kemudian direbus dengan air dalam panci hingga matang. Proses pembuatan ketupat pun memiliki teknik tersendiri dan tidak boleh asal-asalan, karena salah sedikit saja, hasilnya bisa tidak sesuai yang diharapkan. Bahkan bisa saja tidak matang sempurna dan masih berbentuk beras.
Baca juga: Ruwah dan Ritus Sebelum Ramadhan
Selain ketupat, hal lain yang semakin membuat spesial adalah pelengkapnya. Sajian makanan berlemak dan berkuah santan adalah pelengkap yang semakin menggugah selera. Karena tidak mau ribet, keluarga saya memilih memesan sate lengkap dengan sambalnya. Jadi, hanya membuat ketupat lalu tinggal menunggu pesanan jadi.
Terlepas dari itu semua, ketupat sendiri ternyata memiliki filosofi yang sangat menarik. Melansir Kompas.com, “ketupat” atau “kupat” berasal dari kata bahasa Jawa “ngaku lepat” yang berarti ‘mengakui kesalahan’. Sehingga, dengan ketupat sesama kaum Muslim diharapkan mengakui kesalahan dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat di momen lebaran ketupat tersebut.
Beras melambangkan kemakmuran setelah hari raya. Sedangkan warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan. Ketupat yang telah masak biasanya akan digantung di pintu atau tempat-tempat yang dijadikan pintu masuk. Hal ini dilakukan sebagai syarat atau penolak bala meski tidak bersumber secara langsung dari agama.
Melansir Tempo.co, tradisi ini diyakini berasal dari dakwah salah satu Walisongo, yakni Sunan Kalijaga, yang dikenal sebagai sosok penyebar Islam melalui pendekatan budaya. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah tidak melulu lewat ayat-ayat al-Qur’an, tapi bisa juga lewat kuliner, seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.
Seperti yang kita tahu, Indonesia merupakan negara yang memiliki aneka macam makanan khas. Dikenal sebagai negeri yang kaya akan rempah-rempah menjadi simbol betapa suburnya negeri ini. Rempah-rempah inilah yang membuat masakan Indonesia memiliki cita rasa kuat dan berbeda dari negara lain. Tak heran banyak negara lain berdatangan ke Indonesiauntuk mencari rempah-rempah.
Baca juga: Seikat Risalah dari Ceramah
Melalui bodo kupat yang lezat ini, ada momen yang diharapkan bisa menjadi ajang orang-orang untuk saling bermaaf-maafan dan melebur dosa satu sama lain. Di sisi lain, orang-orang akan berkumpul dan bercengkerama demimempererat tali silaturrahim dan berbagi, juga sebagai ungkapan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa setelah puasa sebulan penuh. Seakan tidak lengkap jika tidak ada ketupat saat lebaran.
Tradisi ini selain bisa mempererat tali persaudaraan juga bisa menunjukkan betapa kayanya budaya Indonesia. Meski kebanyakan budaya yang tumbuh di Indonesia berasal dari nenek moyang, namun tidak berarti semuanya menyalahi syariat Islam.
Karena dengan kemunculan para Walisongo pada sekitar abad-15 Masehi, penyebaran dakwah di Pulau Jawa melalui perspektif budaya menjadi langkah cerdik dan persuasif. Suatu langkah yang bijak dengan tidak menolak mentah-mentah adat istiadat yang sudah lama ada, melainkan mengelaborasikan nilai-nilainya agar selaras syariat Islam. Tak heran cara ini berhasil membuat orang-orang menerima kehadiran agama Islam.
Nah, seperti yang sudah disinggung di atas, satu dari sekian banyak tradisi yang ada di Indonesia adalah lebaran kupat–yang biasa dilakukan tujuh hari selepas Hari Raya Idul Fitri. Terdapat filosofi dan sejarah dalam setiap sisinya. Tentunya tradisi ini bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan kita. Selain bisa mempererat silaturrahim, juga menunjukkan betapa kayanya negeri ini dengan segala macam budaya, tradisi, dan adat istiadat yang ada. Kita selayaknya selalu merawatnya sama-sama.