
Setiap insan muslim di dunia ini mesti bisa menyelaraskan antara kehidupan lahir dan batin demi terwujudnya manusia paripurna. Islam-Jawa mengajarkan insan penaka atau manusia paripurna bisa didapatkan dengan menggenggam erat piwulang dari Sastra Jendra Hayuningrat Paruwating Diyu.
Sastra yang berati sebagai ‘ajaran’ atau ‘piwulang’, Jendra berasal dari kata Raja Indra atau rahaja indra bermakna ‘keselamatan dari raja indra’, hayuningrat berati ‘kebahagiaan di dunia’, dan pangruwatin diyu berarti ‘sarana membasmi angkara murka’. Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwatin Ayu dimaknai sebagai ajaran yang mengarahkan manusia untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan batin.
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwatin Ayu dimaknai sebagai ajaran yang mengarahkan manusia untuk meraih keselamatan dan kesejahteraan batin.
Ajaran ini menuntun saban manusia akan mampu menegakkan keadilan dan menghilangkan keangkaramurkaan di dunia. Namun, untuk mencapai hal demikian, manusia harus bisa menerapkan Sastra Jendra baik dalam dirinya maupun di dalam masyarakat secara luas. Sastra Jendra memiliki empat ajaran atau empat tahapan penting bagi tercapainya kebaikan di dunia.
Menjaga keseimbangan dunia adalah ajaran utama dalam Sastra Jendra. Tentu saja, setiap insan penaka yang dilahirkan sebagai khalafah di muka bumi harus menjaga keseimbangan di dunia.
Mereka harus bisa menyelaraskan secara padu antara trikotomi ajaran khalifah fil ‘ard, yakni habluminallah, habluminannas dan habluminalalam.
Tanpa mendekatkan diri kepada Tuhan, tanpa memasyarakat dengan sesama manusia, dan tanpa menyelaraskan diri dengan alam maupun lingkungan hidup, tidak mungkin insan muslim bisa menjaga keseimbangan dunia.
Baca juga: Masjid dan Gereja: Simbol Umat Beragama
Sastra Jendra juga mengajarkan kepada insan penaka menciptakan manusia supaya berguna bagi masyarakatnya. Paling tidak, sebagai khalifah, atau pemimpin bisa menciptakan generasi muslim yang berdayaguna bagi masyarakat, minimal bisa melahirkan salah seorang dari masyarakat sebagai pewaris gagasan sekaligus penerus dirinya. Sebab, pemimpin yang baik niscaya akan melahirkan pemimpin-pemimpin sesudahnya yang lebih baik dari dirinya.
Bahkan, Sastra Jendra menyadarkan akan adanya sifat tamak, loba dalam setiap insan penaka. Penyakit manusia ketika hidup di dunia yang fana ini adalah sifat tamak. Seorang pemimpin yang mendapat singgasana kekuasaan pasti tergoda-terlena dengan sifat ini.
Sastra Jendra memberi peringatan (mewanti-wanti) kepada kita, jangan sampai memiliki sifat tamak atau loba. Sebagai suri tauladan, paling tidak memberi contoh akan arti sak perlune, sak butuhe, bukan berlebih-lebihan.
Sebab, hakikat tahta dan harta adalah penguasa terhadap hati orang lain yang mampu menundukkan kepadanya karena tahtanya, dan memujinya dengan ucapan yang berusaha memusuhi segala keinginan yang diperintahkan.
Demikianlah sifat tamak—dalam hal ini terhadap harta benda, umpamanya—dapat menguasai hati dan membuatnya jadi gelap. Hanya saja, tahta bagi Al-Ghazali lebih dicintai dari pada harta, karena tahta bisa mendatangkan harta sebanyak-banyaknya (Al-Ghazali, 1996:194). Tahta adalah perkara ketuhanan yang memberikan pikat-pesona terhadap watak seseorang dan menjadi satu-satunya eksistensi wujud.
Kiblat Papat Lima Pancer
Setiap ajaran adiluhung, mewedarkan wejangan yang dianggapnya paling benar dan menghilangkan sifat nafsu semata sekaligus angkara murka. Setidaknya, seseorang harus bisa menjadi pancer dalam dirinya sendiri, sebelum menghilangkan sifat angkara murka di muka bumi.
Sedulur Papat Lima Pancer yang ada ini sebenarnya diambil dari ajaran Sufi, yakni seseorang harus bisa menahan keempat sifat nafsu berupa nafsu lawamah, amarah, supiyah, dan mut’mainah. Tradisi Islam-Jawa memiliki anyaman mistik berupa pembagian nafsu dalam diri manusia tersebut.
Sifat amarah unsurnya api, inderanya pendengaran, alat inderanya yang pasif telinga, yang aktif pita suara. Tugasnya untuk melindungi diri, menundukkan musuh dan mangsa.
Wataknya keras, panas, tidak mau menundukkan diri, tak mau diungguli, dan pendendam. Hobinya berkuasa, menang diri, dan mencoba kekuatan. Hiburannya sikap yang ramah, sopan santun, dan suara merdu yang mendinginkan. Lambang warnanya merah api yang menyala-nyala. Sifatnya panas dan keras kepala.
Sifat yang panas dan keras merupakan kekuatan tenaga gerak untuk melaksanakan tugas dan kewajiban manusia di dunia ini. Kekuatan dan gerak manusia ditentukan oleh besar kecilnya kekuatan amarah. Banyak tugas dan pekerjaan di masyarakat yang menuntut ketangguhan masyarakat. Bagi orang yang (hendak) menjalani hidup dengan baik, maka tidak mungkin tidak akan mengolah nafsu amarah, kemudian baru meniti jalan luhur. Musababnya, pada waktu manembah semua nafsu tunduk demi manembah kepada Tuhan.
Bagi orang yang (hendak) menjalani hidup dengan baik, maka tidak mungkin tidak akan mengolah nafsu amarah, kemudian baru meniti jalan luhur. Musababnya, pada waktu manembah semua nafsu tunduk demi manembah kepada Tuhan.
Nafsu lawwamah unsurnya bumi, inderanya pengeyam, alat inderanya lidah dan mulut, tugasnya mencukupi kebutuhan pangan, wataknya tamak, serakah, kikir, hobinya menimbun bahan pangan sebanyak-banyaknya. Jika tidak dibina dan dikendalikan nafsu, lawwamah akan bekerja melampaui tapal batas tugas dan kebutuhan hidupnya.
Watak dan serakahnya akan berbalik mengendalikan budi. Kalau budinya tidak bisa mengendalikan nafsu lawwamah, maka secara terus menerus akan disetir nafsu tersebut. Nafsu lawwamah jika terus dituruti maka lama kelamaan akan mengembang dan menguasai kehidupan.
Nafsu supiyah unsurnya air, inderanya penglihatan, alat indranya mata. Tugasnya untuk mengetahui kebenaran yang sejati, baik mencari kebutuhan hidup maupun kebutuhan lainnya. Wataknya jujur, apa adanya sesuai dengan fakta berdasar bukti riil, ada saksi nyata, itu baru kebenaran namanya.
Sesuai dengan wataknya, nafsu supiyah yang selalu menghendaki kebenaran sesuai dengan fakta apa adanya, pembinaannya diarahkan untuk menjadi peneliti, menjadi ilmuwan, teknolog, kritikus dan pengamat.
Baca juga: Prof. Azra, Masyarakat Madani, dan Muhammadiyah
Sedang nafsu mutmainah, unsurnya udara, inderanya penciuman, alat inderanya hidung. Tugasnya untuk mengetahui kondisi kebutuhan hidup dan adanya bahaya yang mengancam lewat pengamatan aroma bebauan. Wataknya halus, waspada, dan waskita. Kesenangannya hal-hal yang berbau mistik filosofis dan gaib (Hariwijaya, 2006:280).
Bila ada orang yang suka menjalani hidup yang baik dan mengarah pada nilai-nilai luhur, maka nafsu ini cocok bagi mereka. Paling tidak, sebagai seorang khalifah, harus bisa membina nafsunya sebelum menundukkan angkara murka yang lain. Sebab, jika nafsu tidak benar-benar dibina, maka mereka akan terus menguasai laku manusia dalam segala tingkah polahnya.
Sebab, jika nafsu tidak benar-benar dibina, maka mereka akan terus menguasai laku manusia dalam segala tingkah polahnya.
Nafsu ini masuk dalam kerangka diyu, diyu bisa diartikan sebagai raksasa. Banyak orang Jawa meyakini keberadaan raksasa. Raksasa bahkan bisa dianalogikan seperti sifat angkara murka yang bersemayam di setiap kedirian manusia.
Raksasa hanya bisa dilebur oleh kekuatan suci, artinya kejahatan tersebut hanya bisa dibasmi dengan kesucian jiwa yang luhur. Sifat suci nan luhur inilah yang harus dimiliki oleh setiap insan penaka. Bahkan sampai ada kiasan lebih sulit melawan angkara murka dalam hal ini hawa nafsu, dibandingkan melawan kejahatan yang lain.
Saat seorang insan penaka sudah melalukan Sastra Jendra dengan penuh keikhlasan tanpa ada tedeng aling–aling berupa keinginan duniawi, maka yang ada hanyalah pengabdian kepada Tuhan yang maha Esa.
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah serentetan alur waktu yang sudah ginaris dan masuk dalam kerangkan Sangkan Paraning Dumadi.