
Pendidikan sering kali dikaitkan dengan aturan yang ketat, sistem yang seragam, dan evaluasi berbasis angka. Namun, benarkah semua anak bisa berkembang dalam sistem seperti itu? Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela, karya Tetsuko Kuroyanagi, menawarkan perspektif berbeda tentang pendidikan yang inklusif dan kreatif.
Buku ini mengisahkan pengalaman masa kecil penulis di sekolah Tomoe Gakuen, sebuah sekolah unik yang dipimpin oleh kepala sekolah inovatif, Sosaku Kobayashi. Melalui pengalaman Totto-chan, kita diajak merenungkan bagaimana pendidikan bisa lebih fleksibel, menghargai perbedaan potensi, keunikan, dan membentuk karakter anak sejak belia.
Buku Totto-chan adalah autobiografi Tetsuko Kuroyanagi, seorang aktris, presenter TV, dan aktivis kemanusiaan terkenal di Jepang. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1981 dan dengan cepat menjadi buku terlaris di Jepang serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Latar ceritanya berpusat pada Totto-chan, seorang anak perempuan yang dikeluarkan dari sekolah karena dianggap nakal, bandel dan tidak bisa diatur. Ibunya kemudian menemukan sekolah Tomoe Gakuen, yang memiliki metode pendidikan berbeda dalam mendidik anak. Di sekolah ini, Totto-chan menemukan lingkungan yang menghargai kebebasan berpikir, kreativitas, dan karakter setiap anak.
Pendidikan Inklusif dan Kreatif
Salah satu aspek paling menonjol dari sekolah Tomoe Gakuen adalah pendekatannya yang inklusif. Dalam sistem pendidikan konvensional, anak yang tidak sesuai dengan standar sering kali dianggap lemah dan bermasalah. Totto-chan misalnya, dikeluarkan dari sekolah pertamanya karena terlalu aktif dan sering berperilaku di luar kebiasaan. Namun, di Tomoe Gakuen, ia diterima dengan tangan terbuka.
Kepala sekolah Kobayashi tidak melihat anak-anak sebagai sekadar murid yang harus tunduk pada aturan, melainkan sebagai individu yang unik. Ia memahami bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda dan membutuhkan pendekatan yang sesuai. Sikap ini menunjukkan prinsip dasar pendidikan inklusif, yaitu menerima perbedaan dan menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung perkembangan semua anak, termasuk mereka yang dianggap sulit di sekolah biasa.
Di Tomoe Gakuen, anak-anak dengan berbagai latar belakang belajar bersama tanpa adanya pembedaan dan diskriminasi. Bahkan, ada murid dengan penyandang disabilitas yang tetap bisa bersekolah tanpa merasa berbeda. Ini membuktikan bahwa pendidikan inklusif bukan sekadar gagasan ideal, tetapi bisa diwujudkan jika ada kemauan dan metode yang tepat.
Selain inklusif, pendidikan di Tomoe Gakuen juga sangat kreatif. Salah satu keunikan sekolah ini adalah ruang kelasnya yang berbentuk gerbong kereta. Ini bukan sekadar gimmick, melainkan strategi yang dapat membuat anak-anak merasa belajar sebagai proses petualangan, bukan kewajiban.
Baca juga: (Keaksaraan) Majalah: Perempuan dan Anak
Metode pembelajaran di Tomoe Gakuen tidak kaku. Anak-anak diberi kebebasan memilih urutan mata pelajaran yang ingin mereka pelajari dalam sehari. Ini memungkinkan mereka untuk belajar dengan cara yang paling sesuai dengan ritme dan minat mereka. Dalam pendidikan modern, konsep ini mirip dengan student-centered learning, di mana siswa menjadi pusat dari proses belajar dan memiliki kontrol atas pembelajaran mereka sendiri.
Selain itu, anak-anak sering diajak belajar di luar ruangan kelas. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga dari pengalaman langsung. Misalnya, mereka melakukan perjalanan ke sawah untuk memahami pertanian atau bermain di sungai untuk belajar tentang ekosistem. Metode ini sejalan dengan teori pendidikan konstruktivis yang menyatakan bahwa anak-anak belajar lebih efektif ketika mereka mengalami langsung apa yang mereka pelajari.
Membentuk Karakter Anak
Di sekolah konvensional, keberhasilan siswa sering kali diukur dari nilai akademis. Namun, di Tomoe Gakuen, pendidikan karakter menjadi fokus utama. Kepala sekolah Kobayashi selalu menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, empati, dan rasa tanggung jawab kepada murid-muridnya.
Salah satu contoh pendidikan karakter dalam buku ini adalah ketika anak-anak diberi makanan yang sama dan diajarkan untuk menghargai makanan. Mereka juga diajarkan untuk tidak membeda-bedakan teman berdasarkan status sosial atau kondisi fisik. Hal ini mencerminkan pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk manusia yang lebih baik, bukan sekadar pintar secara akademik.
“Keberhasilan seseorang dalam hidup tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, tetapi juga oleh kecerdasan emosional dan moral”
Di era modern, konsep pendidikan karakter semakin relevan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan seseorang dalam hidup tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, tetapi juga oleh kecerdasan emosional dan moral. Dalam hal ini, apa yang diterapkan di Tomoe Gakuen sudah lebih maju dibandingkan banyak sekolah pada masanya.
Totto-chan dan Pendidikan Masa Kini
Meskipun buku ini berlatar belakang Jepang pada masa Perang Dunia II, nilai-nilai pendidikan yang diusungnya tetap relevan hingga kini. Banyak sekolah modern mulai mengadopsi prinsip pendidikan yang lebih fleksibel, berbasis karakter, dan inklusif.
Beberapa konsep dari Tomoe Gakuen yang bisa diterapkan dalam sistem pendidikan masa kini di antaranya seperti; Pendekatan individual, setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda. Sistem pendidikan harus lebih fleksibel dalam menyesuaikan metode pengajaran dengan kebutuhan masing-masing anak.
Belajar dari pengalaman, pembelajaran tidak harus selalu dilakukan di dalam kelas. Metode belajar berbasis pengalaman dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi. Di samping itu, pendidikan karakter menjadi salah satu unsur yang penting. Selain akademik, sekolah juga harus fokus pada pengembangan moral, empati, dan keterampilan sosial anak.
Selanjutnya, menerima keunikan setiap anak. Anak yang aktif, kreatif, atau memiliki kebutuhan khusus harus diterima dan diberikan ruang untuk berkembang, bukan justru dikekang oleh aturan kaku yang justru dapat menutup ruang kreativitas anak.
Di beberapa negara, sistem pendidikan mulai mengadopsi pendekatan ini. Model seperti Montessori dan Waldorf Education memiliki filosofi yang mirip dengan Tomoe Gakuen, yaitu menghargai keunikan anak dan menekankan pembelajaran berbasis pengalaman.
Baca juga: Pendidikan Moderasi Beragama untuk Anak Muda
Buku Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela bukan sekadar kisah masa kecil seorang anak yang menghangatkan hati, tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang bagaimana pendidikan bisa menjadi lebih manusiawi, inklusif, dan kreatif. Ikhtiar membentuk (karakter) anak bisa jauh lebih seru dan menyenangkan.
Sekolah Tomoe Gakuen yang digambarkan dalam buku ini menunjukkan bahwa pendidikan yang baik bukanlah yang memaksa anak untuk mengikuti standar tertentu, melainkan yang membantu mereka berkembang sesuai dengan potensi dan karakter masing-masing.
Di tengah tantangan pendidikan modern, konsep yang diusung dalam Totto-chan masih sangat relevan. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel, berbasis pengalaman, dan berfokus pada karakter, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi anak-anak di masa depan.
Melalui kisah Totto-chan, kita belajar bahwa setiap anak adalah istimewa. Tugas pendidikan bukanlah menyesuaikan anak dengan sistem, tetapi menciptakan sistem yang bisa menyesuaikan dengan anak.