
Buku yang ditulis Dr. Nurisman ini cukup jelas memaparkan perdebatan akademik antara Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Pemaparan yang dikemukakan dari kedua ilmuwan tersebut tidak lepas dari konsep -konsep filsafat yang cukup jelas dan tidak berbelit. Dalam buku ini menyajikan sejumlah gejolak problematika pemikiran terhadap konsepsi atomisme dan kausalitas.
Namun, dalam pembahasan yang dimaksudkan, Nurisman memaparkan juga latar belakang yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran pada setiap problematika. Selain itu, referensi yang digunakan dalam buku ini cukup rinci, hal ini yang menjadi keunikan dalam karya beliau ini.
Konsep atomisme dan kausalitas yang ia bawakan dalam buku ini merupakan hal yang related di masa sekarang. Di mana banyak di luar sana orang-orang membebaskan pemikiran terhadap dua konsep besar ini tanpa adanya pengetahuan yang melatarbelakanginya.
Pemaparan Al-Ghazali tentang konsep kausalitas sangat bahaya bagi keimanan seseorang, ketika akal digunakan untuk memikirkan ketuhanan (metafisika). Sebab argumen- argumen para filosof tidak mampu membuktikan adanya Tuhan sebagai pencipta.
Baca juga: Janturan: Ruang dan Pesan
Mengenai konsep atomisme, Al-Ghazali berpendapat, bahwa keteraturan alam dalam kemutlakan Tuhan tidak bekerja dengan sendirinya, melainkan digerakkan oleh pencipta-Nya. Kesimpulan daripada konsep ini adalah tidak berlakunya hukum kausalitas sebagai sebuah kemestian.
Api tidak selalu membakar jika Tuhan tidak menghendaki. Bisa dikatakan bahwa kesinambungan A dengan B ini tidaklah secara alamiah, namun karena Tuhan menghendaki demikian, setiap efek yang teramati di alam (eksklusif) disebabkan oleh Tuhan.
Doktrin atomisme memang berfungsi untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan ada dan aktif dalam segala kejadian. Tentu alam dunia ini akan mengalami kekacauan (chaos) jika tidak ada kehendak Tuhan.
Dalam konsep atomisme ini, ada pemaparan dari Al-Ghazali sendiri yakni perumpamaan dari sesuatu yang terbakar bukanlah semata-mata karena api yang membakarnya, namun karena Tuhan yang menciptakan kehitaman pada benda yang terkena daripada kontak ke duanya.
Analogi yang lain seperti; kenyang tidak harus berkaitan dengan makan, sehat tidak harus berkaitan dengan obat, terbakar tidak harus berkaitan dengan api atau hal lainnya. Jika kita dapat melihat daripada hukum yang ada dalam keseharian, terdapat sifat Tuhan di dalamnya, di mana Tuhan berkuasa menciptakan kenyang tanpa melalui makan, Tuhan berkuasa mematikan seseorang tanpa harus melalui pemenggalan dan hal lain sebagainya.
Sedangkan menurut konsep filsafat yang ditawarkan Ibnu Rusyd adalah suatu kuasa Tuhan telah menciptakan hukum kausalitas itu sendiri, di mana hukum tersebut yang mengatur jalannya alam raya ini dan hal ini tidak mengalami perubahan.
Ibnu Rusyd berpendapat tentang apa yang telah dipaparkan Al-Ghazali, bahwasannya tidak masuk akal bagi para teolog meragukan sebab-sebab efisien yang diketahui menyebabkan adanya akibat-akibat yang tidak dipahami. Suatu akibat yang penyebabnya tidak diketahui dan harus diselidiki secara tepat karena semua akibat yang penyebabnya tidak diketahui adalah sesuatu yang tidak diketahui dan harus diselidiki.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa yang tidak diketahui memiliki penyebab yang diketahui. Orang yang berpikir seperti teolog tidak membedakan antara yang nyata dan yang tidak diketahui, dan semua yang dikatakan Al-Ghazali dalam bagian ini adalah penalaran yang salah (meskipun tampaknya benar).
Untuk bukti ini telah ditemukan bahwa segala sesuatu memiliki esensi dan sifat yang menentukan fungsi dan fungsi khususnya. Hal tersebut mengelompokkan esensi dan nama benda. Jika suatu objek tidak memiliki properti khusus, objek tersebut tidak akan memiliki nama atau definisi khusus, dan semua objek akan menjadi satu bahkan tidak satu pun.
Mungkin diragukan apakah itu memiliki efek atau kepasifan khusus, dan jika memiliki efek khusus maka dengan sifat khusus itu harus menjadi efek khusus, tetapi jika tidak berpengaruh, maka tidak. Tetapi ketika sifat individu ditolak, maka sifat keberadaan juga ditolak, dan konsekuensi dari penolakan keberadaan adalah ketiadaan.
Ini harus dipelajari karena tindakan tunggal dan kepasifan antara dua objek hanya terjadi pada satu dari jumlah relasi yang tak terhingga, dan sering terjadi satu relasi mengecualikan yang lain.
Oleh karena itu, tidak dapat dipastikan bahwa api akan terpengaruh jika didekatkan dengan benda sensitif, karena tidak menutup kemungkinan bahwa sesuatu yang berhubungan sedemikian rupa dengan benda sensitif tersebut dapat mempengaruhi efek api, seperti bedak, dan objek lainnya. Tetapi untuk alasan itu kekuatan api yang membakar tidak boleh disangkal selama api memiliki nama dan definisinya.
Al-Qur’an secara khusus memperingatkan bahwa rumusan ilmiah buatan manusia sangat bervariasi dan tidak akan pernah pasti. Teori yang ditulis oleh para ilmuwan berabad-abad yang lalu dapat berubah dengan penemuan selanjutnya
Kecerdasan antara lain adalah pengamatan terhadap sesuatu dan alasan mengapa dia berbeda dari orang lain dalam hal ini keterampilan dan pemahaman akal. Logika membutuhkan adanya sebab dan akibat dan pengetahuan tentang konsekuensi ini hanya bisa memiliki kesempurnaan dicapai dengan memahami alasannya.
Menyangkal alasan berarti menyangkal informasi dan penolakan informasi. sehingga, di dunia ini apa yang benar-benar dapat diketahui dan apa yang dipikirkan seseorang yang diketahui hanyalah pendapat, tidak ada pembuktian daripada definisi dan karakteristik esensialnya. Tidak ada definisi. Dia yang menyangkal perlunya bagian mana pun dari pengetahuan harus mengakui bahkan pernyataannya pun tidak pasti informasi.
Baca juga: Dr. Syaifuddin: Moderasi Beragama Adalah Soal Nilai Berkeadilan
Prinsip kausalitas didasarkan pada persepsi realitas melalui persepsi indra atau pengalaman empiris. Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk data empiris. Memperoleh pengetahuan empiris tentu membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan proses. Al- Qur’an mendorong manusia untuk menjelajahi alam semesta untuk menemukan hukum-hukum alam dan sosial demi kepentingan manusia.
Al-Qur’an secara khusus memperingatkan bahwa rumusan ilmiah buatan manusia sangat bervariasi dan tidak akan pernah pasti. Teori yang ditulis oleh para ilmuwan berabad-abad yang lalu dapat berubah dengan penemuan selanjutnya. Mendapatkan informasi empiris membutuhkan tekad dan ketelitian serta kesabaran.
Sedangkan prinsip atomisme diketahui pada zaman teologi Asy’ariyah digunakan untuk mendoktrin iman seseorang. Bahwa menolak sebab akibat dan apa yang dinamakan hukum alam, untuk memberikan tempat kepada mukjizat serta untuk menyatakan hikmat Pencipta pada ciptaan-Nya dan untuk memperhatikan ayat-ayat Tuhan dalam alam sesuai dengan ajaran Al-Quran. Perdebatan akademik dalam melahirkan llmu pengetahuan dan teori-teori yang ditimbulkan demi menyatakan ke Mahabesaran Tuhan.
Judul : Konsepsi Atomisme dan Kausalitas Pemikiran Al-Ghozali dan Ibnu Rusyd
Penulis : Dr. Nurisman, M. Ag.
Penerbit : Kalimedia
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit : Juni 2022
Total Halaman : 151 Halaman