Tafsir Al-Quran Islam Jawa Budaya
Foto Dokumentasi Pribadi

Selasa (16/05/2023) UIN Raden Mas Said mengukuhkan Dr. Islah Gusmian M.Ag sebagai Guru Besar yang ke-XVI di UIN Raden Mas Said Surakarta. Acara ini bertajuk Tafsir Al-Quran dan Lanskap Kejawaan; Resepsi, Transmisi, dan Strategi Budaya.

Pengukuhan ini menjadi pengukuhan yang kedua dalam bidang kajian Tafsir di lingkungan akademik UIN Raden Mas Said dan Guru Besar yang ke-IV di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah.

Acara tersebut dimulai pukul 09:00 WIB dan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pada sesi tersebut, para peserta disambut dengan tarian sufi Fakultas Ushuluddin dan Dakwah dengan diiringi lagu Jawa Manunggaling Kawula Gusti.

Baca juga: Cerita dan Budaya Khamar

Pengukuhan ini setidaknya dihadiri kurang lebih 250 peserta yang terdiri dari keluarga, ulama, kolega dan civitas akademika UIN Raden Mas Said Surakarta.

Prof. Erwati Aziz, selaku ketua senat, membuka acara dengan penuh khidmat. Serta Lutfi Hamid M.Ag selaku perwakilan dari Kementrian Agama bertugas membacakan secara langsung Surat Keputusan (SK) Guru Besar Dr. Islah Gusmian M.Ag. Sementara prosesi pengukuhan Guru Besar Dr. Islah Gusmian dimulai pada pukul 09:30 WIB.

Semula, Prof. Islah menyampaikan permohonan maaf karena masih di dalam bulan Syawal. Kedua, Prof. Islah turut menyampaikan awal mula perjalanan karir intelektualnya di UIN Raden Mas Said. Prof. Islah gemar mencari sesuatu yang berharga  di dalam kandungan Al-Qur’an dalam pendekatan kebudayaan lokal Islam (Jawa).

Prof. Islah,  dalam sambutanya menyampaikan betapa pentingnya sebagai insan akademis  berpikir seperti James Clear dalam Atomis Habits, bahwa hasil yang luar biasa bermula dari perubahan-perubahan kecil dan sederhana.

Beberapa tahun yang lalu, Prof. Islah memilih jalan sunyi untuk mengumpulkan ratusan atau bahkan ribuan naskah—yang sebagian sudah berhasil didigitalisasi demi ghirah keilmuan dengan pergumulan tafsir Al-Quran dalam lanskap Islam Jawa.

Sederet tafsir Al-Qur’an dengan bahasa Jawa yang hari ini bisa kita saksikan mayoritas memberi ajaran moral bagi umat muslim di Jawa. Sebab tafsir Al-Quran berbahasa Jawa memiliki sifat teoritis dan konseptual—yang sebenarnya sudah diperkenalkan kepada masyarakat Jawa.

Akan tetapi, bukan berati keberadaan dan nilai-nilai Al-Quran dalam bingkai kearifan lokal dalam sistem masyarakat diabaikan, ujar Prof. Islah Gusmian. Tafsir Al-Quran dan Islam Jawa merupakan entitas yang tidak bisa dipisahkan.

Tradisi menafsirkan Al-Quran dengan berbahasa Jawa tidak hanya menyebar di lingkungan masyarakat secara umum, melainkan juga masuk dalam wilayah keraton Mataram Islam, salah satunya di Kasunanan Surakarta. Seperti yang pernah digagas oleh Sri Susuhunan Paku Bawana IV dalam Serat Wulangreh.

Baca juga: Menyambut Kemenangan di Pabuaran

Prof. Islah mengatakan dalam pidato pengukuhnya, bahwa Pakubawana IV menjelaskan bahwa Al-Quran adalah sumber nilai dan ruang-waktu—yang mana manusia harus selalu mengasah rasa. Sehingga manusia dapat memahami “rasa sejati” dan “sejatining rasa.” Pemahaman makna dari nilai Al-Quran inilah yang dapat ditangkap oleh rasa spiritualitas, tandas Prof. Islah.

Teks-teks tafsir berbahasa Jawa ini mencandrakan kearifan keagamaan yang pernah menjadi bagian penting dalam sejarah pendidikan dan pengajaran Islam. Teks-teks tafsir tersebut memberikan informasi kuat bahwa tradisi pembelajaran Al-Quran dan tafsir merupakan bidang keilmuaan yang penting selain, fikih, teologi, dan tasawuf.

Sebab, pada abad 19 teks-teks ini menjadi identitas kerajaan sebagai bekal pembelajaran dan pengajaran. Misalnya seperti Raja di Kadipaten Mangkunegaran, yakni Mangkunegaran IV mengarang Serat Wedhatama sebagai bahan pelajaran moral yang mencerminkan tentang kuatnya pengaruh nilai-nilai Islam dalam tradisi Jawa.

Selain itu, Prof. Islah dalam pidato pengukuhannya juga menyampaikan bahwa yang menerima gagasan dari teks-teks tafsir tersebut memberikan pelajaran moral yang selalu diajarkan di lembaga pendidikan pesantren. “Dalam sejarah, praktik tafsir Jawa bukan hanya pembacaan atas teks Al-Quran, tetapi juga realitas.

Lebih dari itu, ia juga memanfaatkan kerangka kejawaan sebagai instrumen penafsiran. Bahkan ditemukan tafsir simbolik dan mekanisme tanda dalam menjelaskan pengertian kosa-kata kunci dalam Al-Quran. Ditemukan juga tafsir yang ditulis dalam kerangka strategi budaya, di dalamnya ada kritik dan atau peneguhan  atas realitas sosial politik.

Kritik Sayyid Usman tentang larangan penerjemahan Al-Quran pada era awal abad 20 sebagaimana termaktub dalam booklet Hukm, al-Rahman bi Nahy’an Tarjamah Al-Quran tidak menyurutkan tradisi tafsir di Jawa. Di sinilah prinsip Jawa digowo, Arab digarap, Barat diruwat (diberlakukan)” tutur Prof. Islah.

Acara tersebut kemudian dilanjutkan pengukuhan guru Besar oleh Rektor dan Ketua Senat UIN Raden Mas Said Prof. Mudhofir Abdullah dan Prof Ernawati Aziz. Kemudian dilanjutkan sambutan oleh Rektor, Prof. Mudhofir selaku rektor meyampaikan merasa bangga dan bahagia karena telah melahirkan guru besar yang ke-16 di UIN Raden Mas Said.

Bahkan ia mengatakan Prof. Islah adalah manusia langka. Ia berpesan, mudah-mudahan apa yang digagas dan dipikirkan oleh Prof. Islah selama ini akan lebih adaptif dan kontributif untuk masa depan. Sebab, universalisme Islam tidak bisa dilakukan tanpa norma-norma kearifan pada budaya lokal.

Terakhir, rektor menyampaikan meraih Guru Besar lebih sulit dari pada masuk surga, tungkasnya. Acara ini kemudian ditutup oleh doa yang dilantunkan oleh KH. Abdullah Faishal, dengan menggunakan kearifan Islam-Jawa.

Bagikan
Damarku.id adalah situs media yang didedikasikan untuk menyebarluaskan gagasan keislaman, kebudayaan, dan kemanusiaan yang berbasis kearifan lokal di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here