
Manusia selalu lebih baik dalam menciptakan alat daripada menggunakannya dengan bijak – Yuval Noah Harari (21 Lessons)
Sepanjang sejarah, umat manusia menciptakan benda-benda demi seperti mesin data menyokong hidup. Beberapa di antaranya memudahkan aktivitas saban hari, dari mulai alat-alat untuk memburu binatang di masyarakat pemburu-peramu yang jauh di masa lalu, sampai kini masyarakat kiwari yang menggunakan gawai untuk menyetel musik favorit.
Ada banyak sekali benda, meski barang-barang tertentu sempat bertransformasi dan ada yang pasang surut. Tapi kita tak akan mencatatnya satu persatu, di sini. Kita coba lacak bagaimana relasi (kuasa) benda-benda kontemporer–yang sudah dilengkapi fitur maha canggih terhadap manusia.
Terang saja, manusia sesungguhnya tak bisa dipisah-lepaskan dari sebuah “perangkat”. Pelbagai aktivitas kerap tak mungkin lagi menolak bantuan peranti lunak–yang ada di dalam perangkat keras. Semua aplikasi ini membantu tentunya, tetapi turut membawa serta dampak-dampak yang mungkin tak pernah terkira oleh penciptanya; mampu melenakan dan jadi bumerang.
Sekian orang kemudian cenderung menggantungkan diri, khususnya pada alat elektronik, seperti ponsel pintar ataupun komputer. Orang-orang acap tak sadar seberapa lama menghabiskan waktu berselancar di dunia digital. Seketika dua-tiga jam terlewati sudah dengan menatap layar, membagikan-meninggalkan segala preferensi (pribadi) di sana.
Data Pengguna
Lebih jauh, apa-apa yang kita taruh di dalam perangkat tersebut sebenarnya merupa data. Seikat informasi yang berasal dari habitus, dan secara representatif mengungkapkan siapa sebenarnya (jati diri) kita. Yang mayoritas pengguna tanpa sadar telah meletakkannya. Ada selera, hobi, anutan moral, minat estetika sampai tendensi politik.
Preferensi masing-masing pengguna ini kemudian berkumpul di satu titik, dikelola–biar tak menyebutnya hanya “dimiliki”–oleh para pengusaha internet dan media digital. Para raksasa pemilik-pengembang dunia maya (mesin data) ini niscaya mempunyai data-data penggunanya di seantero dunia.
Baca juga: Hijab dan Kecantikan
Dengan memiliki data pengguna ini, mereka sangat mungkin membuat susunan algoritma yang sesuai dengan kehendak pengguna, yang mampu menarik-menggiring rasa penasaran dan menangkap apa yang sejatinya pengguna inginkan. Otoritas kuasa mulai beralih dari kehendak manusia ke algoritma.
Kehebatan algoritma dengan mengolah data setiap pengguna ini kemudian menawarkan sederet pilihan konten yang sangat cocok dengan suasana hati (mood).
Sampel ilustratif dari betapa hebatnya jaringan algoritma ini adalah pendengar musik indie di platform daring akan mempunyai daftar panjang musik serupa, ditambah presentasi kecil tentang musisi dari genre yang mungkin pengguna gemari. Pun penikmat ragam konten yang lain.
Dengan demikian, algoritma menyediakan sederet opsi yang menggiurkan, yang mempengaruhi betul pilihan pengguna selanjutnya.
Kuasa teknologis tak pernah membawa dampak minimalis. Inilah yang memaksa orang-orang membuat perhitungan; mengambil konsekuensi atau menepi, berhenti jadi pengguna
Bila preferensi ini diambil dari riwayat penjelajahan atau klik pengguna, lebih jauh lagi, saat kecerdasan buatan bergandeng tangan dengan bioteknologi, data-data tersebut diambil saat mesin pintar mulai merasuk-melekat ke dalam (raga) manusia.
Sebut saja alat canggih yang mampu mendeteksi reaksi yang muncul dari impuls-impuls biokimiawi, detak jantung, dan suasana hati. Perasaan manusia–yang sesungguhnya amat personal–tersibak & tertebak oleh kecerdasan buatan. Raut muka dan ocehan tak mampu lagi menutupi. Tak ada rahasia.
“Ilusi saya tentang kehendak bebas akan hancur ketika setiap hari saya bertemu dengan institusi, perusahaan dan lembaga pemerintah yang memahami dan memanipulasi apa yang selama ini menjadi ranah batin saya yang tidak dapat diakses” (hlm. 54)
Dari kutipan prediksi Yuval Noah Harari di atas, sangat luasnya kemungkinan bahwa pelbagai pihak dapat memantau dan turut ikut campur (baca: merecoki) batin pengguna. Sama saja, mereka sebagai pemegang kuasa mencipta individu-individu yang mungkin terasing dan terancam sejak dalam batin. Kebebasan yang digembar-gemborkan jadi kempes.
Manipulasi
Kuasa teknologis tak pernah membawa dampak minimalis. Inilah yang memaksa orang-orang membuat perhitungan; mengambil konsekuensi atau menepi, berhenti jadi pengguna.
Yuval Noah Harari menegaskan kecanggihan teknologi membawa efek samping. Nah, sisi lain perkembangan biotek dan infotek–dua term yang selalu penulis asal Israel ini singgung dalam buku 21 Lessons–sungguh-sungguh mengancam umat manusia. Pasalnya, data-data yang terkumpul oleh infotek yang digdaya mampu membikin pengguna tak berdaya.
Baca juga: Kaligrafi Sebagai Seni Rohani dan Identitas Kesalehan
Sangat mungkin juga setiap data yang jumlahnya sangat banyak tersebut “bocor” ke pihak ketiga. Dengan demikian, pihak ketiga yang beroleh data ini bisa menggunakannya demi meningkatkan konsumen, menjaring opini massa, atau meroketkan elektabilitas.
Melalui penguasaan data oleh para korporat digital ini, Yuval Noah Harari mewanti-wanti bahwa kelak, atau mungkin sebentar lagi, ada pengolahan ilegal–biar nggak menyebutnya “pencurian”–data dan upaya manipulatif untuk mempengaruhi-membentuk diri pengguna.
“… raksasa data dapat meretas rahasia terdalam kehidupan, dan kemudian menggunakan pengetahuan ini bukan hanya untuk membuat pilihan bagi kita atau memanipulasi kita, tetapi juga untuk merekayasa ulang kehidupan organik dan untuk menciptakan bentuk kehidupan anorganik” (hlm. 86)
Penulis buku Homo Sapiens ini melontarkan kritik keras tentang bagaimana kecerdasan buatan merogoh psikis pengguna. Para pengguna yang mungkin kehilangan esensi dan menghadapi irelevansi saat biotek dan infotek mengambil alih segala aspek.