Mbah Sayidiman

Saat magrhib menjelang, saya dan teman saya yang bernama Ulil, mengunjungi makam Mbah Sayidiman yang terletak di Waduk Mulur, Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ziarah saya lakukan pada Rabu Pon, 28 Desember 2022.

Konon, waduk Mulur mempunyai daya tarik tersendiri oleh nelayan untuk memancing berbagai jenis ikan. Setelah salat ‘ashar, saya dan Ulil ingin mengetahui sedikit soal Mbah Sayidiman—tokoh yang disemayamkan di sekitar waduk tersebut. Saya akhirnya ngobrol banyak hal terkait dengan sejarah dan perjuangannya pada juru kunci.

Di mata masyarakat, Mbah Sayidiman adalah sosok wali yang cukup terkenal seantero Nusantara, seperti Kalimantan, Sumatera Selatan, dan daerah Solo-Raya (wawancara, juru kunci makam).

Sejarah hidup Mbah Sayidiman telah menjadi keramat oleh sebagaian masyarat sekitar, lebih lagi tentang beberapa karamah-nya yang melegenda, yakni melakukan ritual khalwat dengan pangeran Pakubono. Mbah Sayidiman pun konon mempunyai ilham (petunjuk) sebagai guru ngaji yang menuntun masyarakat desa Mulur.

Apalagi, makam tersebut terletak di tengah Waduk Mulur, yang banyak dikunjungi nelayan-nelayan luar desa Mulur untuk kegiatan mancing. Serta berdekatan dengan dzuriyah (keluarga) Mbah Sayyidiman seperti rumah sederhana kecil sebagai makna melestarikan kearifan lokal.

Tepat di sebelah makam Mbah Sayidiman, terdapat makam istrinya. Di luar makamnya terdapat makam anaknya (wawancara, juru kunci). Kalau kalian lihat makamnya, tampak tidak di tengah-tengah waduk, tapi kalau melihat drone pasti akan terkejut.

Mbah Sayidiman Utusan Keraton

Yang membuat saya penasaran, sebenarnya adalah alasan Mbah Sayidiman dakwah di desa Mulur. Lazimnya, pendakwah punya alasan tersendiri sebab daerah tersebut mempunyai lingkungan kurang bermoral berupa masyarakatnya yang acap bermain judi, gaplek, atau masih adanya kepercayaan nenek moyang penyembah Alam Semesta.

Sayangnya, saya tidak menemukan alasannya sama sekali. Sebab menurut juru kunci makam, Mbah Sayidiman diutus oleh Keraton untuk berdakwah.

Utusan inilah yang mengantarkan Mbah Sayidiman dikenal luas sebagai keturunan raja Keraton Surakarta. Yang saya heran lagi, tanah peristirahatan terakhirnya adalah milik Keraton Surakarta. Ini menunjukkan keseriusan kerajaan Keraton menfasilitasinya agar tetap memperjuangkan dakwahnya secara luas semasa hidup, dan menempatkannya sebagai sosok yang mendapat prioritas dan penghormatan.

Baca juga: KH Salman Dahlawi: Penyebar Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyyah

Menurut masyarakat luar desa Mulur—yang masuk daerah Sukoharjo—masih menganggap Mbah Sayidiman sebagai santri Pangeran Diponegoro. Faktannya, Mbah Sayidiman seangkatan dengan pangeran Diponegoro pada tahun 1900-an (wawancara, juru kunci makam). Artinya, ia teman seperjuangan pangeran Diponegoro saat melawan penjajah Belanda—yang sebelumnya berbentuk kompeni dagang.

Ritual Penghormatan

Tentu saja, setelah meninggal, sebagai bagian dari Keraton, makam Mbah Sayidiman akan senantiasa dirawat dengan ritual-ritual khas keraton yang terus menerus dilakukan selama bertahun-tahun. Nyatannya, ritual atau bahasanya haul baru dirintis 2 tahun lalu pascavirus corona menyerang. Ritual ini sengaja untuk tidak diadakan secara besar-besaran.

Ritual tersebut dilaksanakan pada malam 1 Sura (malam tahun baru Islam) berupa bancaan, dan gebrakan 1 wage. Sangat miris bukan? Mengingat tokoh keturunan kerajaan keraton Surakarta seharusnya lebih diagungkan, disejajarkan oleh ulama-ulama tassawuf.

Sebagian masyarakat desa Mulur masih menganggap makam keraton tersebut keramat dan dipercaya bisa mengabulkan permintaan untuk menyelesaikan masalah hidup. Ada yang utangnya tidak lunas, lalu meminta doa di makam Mbah Sayidiman. Ada juga yang punya salah, larinya ke makam tersebut. Namun, juru kunci selalu mengingatkan makam bukan tempat keramat, melainkan mengenang jasa perjuangannya sebagai tokoh agamis dari kerajaan Keraton Surakarta.

Baca juga: Nasihat Leluhur di Balik Kaligrafi Masjid Agung Surakarta

Bukan sebagai pelampiasan seolah-olah Tuhan yang harus disembah. Kepercayaan-kepercayaan inilah yang sebenarnya harus dihilangkan perlahan-lahan agar tidak salah paham mengenal Mbah Sayidiman. Kepercayaan yang membunuh pelan-pelan tanpa merasakan berdarah dari seluruh tubuhnya. Maka kita sebagai masyarakat modern agar selalu menekankan ke arah postif yang bisa dinalar akal.

Enam Pokok

Maka, dari obrolan di atas, ada hal-hal yang perlu kita kenal lebih dalam mengenai tokoh itu. Pertama, Mbah Sayidiman dianggap wali lantaran berkhalwat dengan pangeran Pakubono, hal itu dilakukan sebagai pembersihan jiwa dan bisa berkomunikasi dengan Allah Swt. Khalwat juga sangat dianjurkan oleh semua kalangan, termasuk kalangan tarekat. Oleh karennya, manfaat khalwat juga mampu menyadarkan manusia untuk berubah sikap dan keteladannya.

Mbah Sayidiman dianggap wali lantaran berkhalwat dengan pangeran Pakubono, hal itu dilakukan sebagai pembersihan jiwa dan bisa berkomunikasi dengan Allah Swt.

Kedua, Mbah Sayidiman mempunyai ilham (petunjuk) dalam mengajarkan ngaji. Hal ini merupakan salah keistimewaan yang tidak dimiliki sembarang orang. Hanya orang-orang khusus untuk mampu melampauinya. Ketiga, Mbah Sayidiman merupakan keturanan Keraton Surakarta. Punya gelar bangsawan, yang pada zaman dahulu sangat diistimewakan dan dihormati masyarakat sekitar.

Keempat, makamnya merupakan sebentuk penghormatan penuh kepada keturunan Keraton. Secara otomatis, tidak boleh hukumnya direnovasi dan dihancurkan. Keenam, kawan seperjuangan pangeran Diponegoro dalam menentang dan melawan pasukan Belanda.

Dari keenam perjalanan di atas, kita bisa mengetahui bahwa seorang waliyallah tidak dimiliki oleh semua orang, apalagi sembarang orang, tanpa terkecuali ilham dari Allah Swt. Serta harus dihormati selayaknya sebagai ‘ulama besar berpengaruh di desa Mulur.

Mulur, dulunya adalah sebuah desa yang diubah menjadi waduk pada tahun 2006 (wawancara, juru kunci makam). Sekian cerita dari saya, semoga kita bisa mencontoh perbuatan, dan amaliyahnya di kemudian hari. Aamiin.

Perjuangan mereka adalah sebuah kebangkitan dari kita semua. Perjuangan mereka juga harus kita jadikan teladan masyarakat sekitar. Dengan cara ziarah, kita akan tahu mendoakan seorang wali juga termasuk meningkatkan keimanan, kekhidmatan, dan kemuliaan ilmuannya.

Pasarean juga bukan sebagai rumah yang menakutkan, karena pada hakikatnya kuburan mengajarkan kita dunia hanyalah tempat bermain-main yang fana, sebelum menuju alam keabadian: akhirat.

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here